LASKAR – Kota Ambon merupakan salah satu dari 4 kota di Indonesia yang ditetappkan sebagai Kota Kreatif oleh UNESCO melalui program UNESCO Creative Cities Network (UCCN).
Keempat kota tersebut yakni Pekalongan sebagai Kota Kerajinan dan Seni Rakyat (Batik), Bandung sebagai Kota Desain, Ambon sebagai Kota Musik dan Jakarta sebagai Kota Literasi.
Dalam kegiatan Indonesia Creative Cities Conference, Sabtu (27/11/2021) di Pekanbaru, Focal Point dari empat kota kreatif dihadirkan sebagai pembicara, salah satunya Direktur Ambon Music Office (AMO), Rhony Loppies selaku Focal Point Ambon City Of Music.
Indonesia Creative Cities Conference sendiri merupakan rangkaian acara Indonesia Creative Cities Festival (ICCF) 2021 yang berlangsung 26 – 29 November 2021 di Kota Pekanbaru dan Kabupaten Siak, Provinsi Riau.
Arief Wicaksono Focal Point of Pekalongan as a City of Folks and Craft menjelaskan bahwa batik sangat dekat dengan masyarakat Pekalongan.
Sejak lahir hingga tutup usia, masyarakat Pekalongan sudah menggunakan Batik. Pada tahun 2003 dan 2005 Pekalongan juga sudah mengadakan Festival Batik. Lalu, lagu Slank yang berisi Kota Batik di Pekalongan, bukan Jogja Solo juga menjadi salah satu dorongan warga Pekalongan untuk mendedikasikan batik.
Kemudian, pada 2009 Batik dinyatakan sebagai Warisan Tak Benda dari Unesco setelah diusulkan oleh Pekalongan. Selain memiliki kekuatan kolaborasi Pentahelix, Pekalongan juga memiliki kampus yang memiliki jurusan Teknik Batik.
Pekalongan Creative Cites Forum adalah wadah komunitas, stakeholder dan pelaku Batik. Adapun Rantai Proses Batik melalui proses Kreasi, Produksi (didukung Perda tenang Keersediaan Kain Batik), Distribusi, Konsumsi, konservasi.
Untuk terus membumikan Batik, Pekalongan juga memiliki kegiatan Hari Jadi Kota Pekalongan dan Hari Batik. Pemerintah juga mendukung kemajuan Batik dengan menelurkan Perda tentang ketersediaan bahan Batik Dan kebijakan menggunakan batik pada hari-hari yang ditentukan.
Lalu, Tita Larasati Focal Point Bandung as a City of Design menyampaikan bahwa proses Bandung masuk ke dalam UCCN itu menjadi pelajaran yang paling berarti karena jadi belajar tentang pendataan, penggalian potensi dan administrasi yang ketat.
Apalagi semua proses tersebut tidak menggunakan APBD. Design dipilih karena melalui proses panjang, mulai pendataan, FGD dan lain-lain.
Kota yang sudah dapat predikat Kota Design biasanya memiliki infrastruktur yang baik sehingga pendatang tidak akan nyasar ketika datang ke kota-kota itu seperti Kota Desain di Jepang, Eropa Barat dan lainnya.
Dikatakan, design digunakan oleh warga Bandung untuk cara berpikir dan menggali solusi. Design juga digunakan sebagai jembatan antara masyarakat dengan pemerintah melalui Design Thinking.
Prototype juga dibuat untuk membuat inovasi. Design juga dibuat untuk membangun ruang publik dan pertemuan warga. Selanjutnya, Bandung akan menjaga penobatan tersebut dengan berbagai aktivitas seperti kegiatan Bandung Biennale dan mengawal pelaksanaan Perda.
Sementara, Rhony Lopies Focal Point Ambon as a City of Music menyatakan bahwa 90 persen orang Ambon itu bisa bernyanyi. Ambon hanya satu kali mencoba daftar UCCN dan langsung bisa meraih.
“Kenapa kami bisa meraih? Karena kami membangun jejaring untuk menggali potensi. Di Ambon, Kami dari janin sampai meninggal itu dekat dengan musik. Orang sudah meninggal lama, musik masih dimainkan,” katanya.
Selanjutnya, Ambon akan membangun pariwisata musik dan kota hutan. Saat ini, Ambon mempunyai 10 daerah wisata musik, dan hutan dirawat untuk mendukung bahan-bahan dalam membuat alat musik.
Dan, yang paling hangat, dari Jakarta Laura Prinslo, Focal Point Jakarta as a City of Literacy menjelaskan bahwa pencapaian tersebut adalah momentum yang dibangun sejak 2015 karena Jakarta pernah menjadi tuan rumah book fair dan ada Komite Buku Nasional.
“Lalu 2019 kami diundang untuk masuk ke UCCN. Tujuan utama kami adalah menjadikan Jakarta sebagai Kota Ramah Buku. Menariknya, Jakarta menjadi kota pertama Literacy City pertama di Asia,” jelasnya. (*/MCAMBON)