Share
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto dan Presiden Direktur Inpex Indonesia Shunichiro Sugaya saat menandatangani Head of Agreement (HOA) Pengembangan Lapangan Abadi Blok Masela, Minggu (16/06/2019). (dok-SKK Migas).
LASKAR – Royal Dutch Shell Plc (Shell) dikabarkan bakal mundur dari proyek gas abadi Blok Masela, Maluku. Saat dikonfirmasi, Shell belum mau memberikan tanggapan terkait dengan rencana dan alasan kenapa akhirnya memilih bakal mundur.
“Untuk permintaan di atas (alasan Shell mundur) belum ada komentar,” kata VP External Relation Shell Indonesia Rhea Sianipar seperti dilansir CNBC Indonesia Senin, (6/7/2020).
Deputi Operasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Julius Wiratno menyebut Shell sampai saat ini belum memutuskan mundur. Namun saat ini sedang dalam proses pencarian partner baru untuk proses pengalihan hak paritipasi atau participating interest-nya.
Sebagai informasi, Shell punya hak partisipasi di Blok Masela sebesar 35% dan 65% oleh Inpex Corporation.
“Shell belum memutuskan mundur tetapi sedang mencari partner lainnya untuk proses pengalihan participating interrest-nya, meminta izin BKPM untuk membuka data room. Selanjutnya ya proses diskusi,” ungkapnya, Senin, (6/7/2020).
Lebih lanjut ia mengatakan proses selanjutnya adalah proses diskusi atau negosiasi Business-to-business (B to B) oleh para pihak. Ia menyebut Inpex juga tertarik untuk mengambilalih dan berkomitmen untuk terus menjalankan Proyek Masela.
“Proyek jalan terus kalaupun nanti Shell mundur kan ada yang ganti juga. The show must go on,” tegasnya.
Menurutnya jika Shell akan mundur masih dibutuhkan proses selanjutnya. Shell harus tetap berkomitmen melaksanakan rencana kerja tahun ini.
“Masih perlu proses, tidak bisa langsung mundur begitu saja, tetap harus committed melaksanakan rencana kerja tahun ini ya, meskipun tertatih-tatih ya harus jalan terus,” jelasnya. 
SKK Migas sempat menyebut dampak dari pandemi corona (Covid-19) membuat harga minyak dan gas turun. Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan masalah berat yang dihadapi adalah anjloknya harga LNG.
Ia menyebut harga LNG dunia jatuh rendah khususnya di bulan Juni di bawah US$ 2 per MMBTU (million british thermal units). Kemudian sedikit mengalami kenaikan ke posisi US$ 2,2 MMBTU.
Para analis, menurutnya memperkirakan pada Desember 2020 kondisinya akan membaik. “Dan kita akan lihat di masa akan datang ketakutan project owner seperti Masela eksekusi proyek ke depan,” kata Dwi dalam diskusi virtual, Kamis, (02/07/2020).
Sementara itu, Deputi Operasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Julius Wiratno, mengatakan, industri migas dunia tengah tertekan karena penyebaran virus corona. Investasi di hulu pun terganggu. 
“Mungkin (Shell) enggak cukup uang bisa saja ya (di proyek ini), tapi mungkin juga punya prioritas lain, barangkali di tengah sulitnya hulu migas karena pandemi COVID-19 dan juga harga minyak dunia yang rendah,” kata dia seperti di lansir kumparan, Senin (6/7). 
Julius mengatakan, meski Shell belum resmi 100 persen mundur dari Blok Masela, saat ini proses pengalihan hak partisipasinya di blok tersebut tengah berjalan. Perusahaan tersebut tengah mengundang calon mitra termasuk Inpex untuk membuka data room proyek tersebut dan dilanjutkan dengan diskusi secara bisnis untuk pengalihan kepemilikan Shell di sana. 
“Ada potensi mundur tapi operatornya tetap Inpex yang mungkin juga akan ambil alih penuh (PI Shell). Kita lihat saja, jalan masih panjang, tapi Proyek Masela harus jalan terus,” ujar Julius. (L03)