AMBON, LaskarMaluku.com – Senin, tanggal 29 Juli 2024, publik Maluku menunggu independensi Hakim Tunggal Arya Siregar pada Pengadilan Negeri Tanimbar dalam memutuskan perkara praperadilan mantan Bupati Kepulauan Tanimbar Petrus Fatlolon yang ditetapkan Kejaksaan Negeri Saumlaki sebagai tersangka atas dugaan tindak pidana korupsi SPPD Fiktif di Setda Kabupaten Kepulauan Tanimbar tahun 2020.

Bersumber pada asas praduga tak bersalah, maka jelas dan wajar bila Petrus Fatlolon yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam proses peradilan Pidana wajib mendapatkan hak-haknya, demikian pula halnya dengan Praperadilan.

Praperadilan yang diajukan Petrus Fatlolon melalui tim kuasa hukumnya tak lain adalah ingin mencari keadilan demi tegaknya hukum dan perlindungan hak asasi sebagai tersangka.

Penasehat Hukum Petrus Fatlolon optimis dari fakta persidangan, hakim tunggal, Arya Siregar, akan menerima atau mengabulkan permohonan Praperadilan, sehingga penetapan PF sebagai tersangka oleh Kejaksaan Negeri Saumlaki, terkait dugaan tindak pidana korupsi SPPD Fiktif di Setda KKT, cacat hukum dan batal atau gugur.

“Dari fakta yang terungkap di persidangan, menurut kami sudah terbukti bahwa penetapan tersangka oleh penyidik Kejari KKT, itu cacat prosedur, cacat subtansi, sehingga cacat dalam penetapan tersangka,”kata Ketua Tim Penasehat Hukum PF, DR Anthony Hatane, SH, MH kepada media, Minggu, (28/7/2024)

Hatane mencontohkan, ada Sprindik yang diterbitkan Kejari KKT ada 2 di tahun 2023, yaitu 4 Januari 2023 dan 30 Januari 2023. “Nah, Sprindik itu kita tidak tahu ditujukan kepada siapa. Tidak dicantumkan, nama tersangka siapa. Ini karena, dasar hukum Sprindik di KUHAP itu khan, dijelaskan bahwa setelah Sprindik, maka diterbtkanlah SPDP. Nah, setelah SPDP barulah ditemukan tersangka,”jelasnya.

Ini, kata Hatane justru kebalikan. Sesuai fakta persidangan dan jawaban dari para termohon (Kejari KKT-red), ditetapkan tersangka dulu, baru dikeluarkan Sprindik, setelah itu baru keluarkan SPDP.

“Itu yang disebut termohon, SPDP adalah nota dinas. Okelah itu versi mereka. Tapi, dalam KUHAP tidak mengenal nota dinas. Padahal, hukum acara kita mengacu pada KUHAP. Bukan mengacu pada peraturan Jaksa Agung atau surat edaran Jaksa Agung. Kita mengacu pada KUHAP,”tegasnya seraya mempertanyakan kalau misalnya mereka berpendapat bahwa, penetapan tersangka oleh mereka, sah. Nah, pertanyaanya adalah sahnya dimana. Sedangkan dalam fakta persidangan itu, kenapa penetapan tersangka baru dibuat Sprindik lalu keluar SPDP. Itu saja tidak memenuhi dua alat bukti yang sah dan cukup.

Apalagi, sebut dia, di fakta persidangan, saksi yang diajukan Kejari KKT, mereka menerangkan bahwa, penetapan tersangka dulu baru diperiksa saksi-saksi. “Itu sesuai saksi yang dihadirkan termohon yang namanya Semuel. Dia menerangkan bahwa penetapan tersangka dulu baru periksa saksi-saksi.

Apalagi, Hatane mengingatkan dua ahli hukum Pidana dan Hukum Tata Negara, sangat jelas mengakui, penetapan tersangka menabrak aturan.

Jaksa Optimis Praperadilan Ditolak

Sementara itu, Kejaksaan Negeri Tanimbar meyakini hakim tunggal Pengadilan Negeri Saumlaki akan menolak permohonan praperadilan Petrus Fatlolon.

Melalui Plt Kepala Seksi Intelijen Kejari Tanimbar, El Imanuel Lolongan menyampaikan keyakinannya tersebut sebab penyidik miliki minimal dua alat bukti dalam penetapan tersangka Fatlolon. “Kami memiliki empat alat bukti, bukan hanya dua,” ujar Lolongan kepada pers belum lama ini.

Dirinya mengatakan, Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2016 pasal 2 ayat 2 menyatakan pemeriksaan praperadilan terhadap permohonan tentang tidak sahnya penetapan tersangka hanya menilai aspek formil, yaitu apakah ada paling sedikit dua alat bukti yang sah dan tidak memasuki materi perkara.

Dengan sejumlah alat bukti tersebut, Lolongan yakin hakim akan menolak praperadilan Fatlolon. “Kewenangan hakim memutuskan, tapi kita optimis gugatan praperadilan akan ditolak,” katanya optimis.

Lolongan menjelaskan praperadilan hanya akan menguji syarat formil administrasi penyidikan, bukan perihal substansi perkara yang tengah ditangani penyidik. Substansi perkara hanya dapat dibuka pada saat persidangan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi.

Sebab menurutnya, penetapan Fatlolon selaku tersangka murni penegakan hukum tidak terkait dengan politik. “Penetapan tersangka ini tidak ada kaitannya dengan momen politik (Pilkada Tanimbar) yang sedang berjalan. Ini murni penegakan hukum,” tegasnya.

Baik Penasehat Hukum Petrus Fatlolon maupun pihak Kejaksaan Negeri Tanimbar masing-masing mengklaim akan memenangkan praperadilan tersebut.

Lantaran itu, hakim diminta untuk mengedepankan independensi dalam memutuskan perkara praperadilan Petrus Fatlolon, tanpa ada intervensi dari pihak manapun.

Keputusan Hakim Tunggal Arya Siregar tentu mempertaruhkan nama besar Lembaga Pengadilan. Dan sudah pasti, pasca putusan, ada kepuasan dipihak yang menang, tetapi ada juga kekecewaan dipihak yang kalah. Dan bukan tidak mungkin akan ada riak-riak kecil yang dilakukan pihak yang kalah. Yang pasti, hal itu sudah diantisipasi oleh aparat keamanan.

Hakim mempunyai kebebasan dalam memutuskan sesuai dengan fakta persidangan, objektivitas berdasarkan perundang-undangan yang berlaku, tanpa ada campur tangan pihak manapun.

Semoga putusan hakim Arya Siregar menjadi cerminan penegakan hukum yang adil, bijaksana dan berwibawa dari Bumi Duan Lolat untuk Indonesia berkeadilan. (L02)