Share

LASKAR – Kebijakan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo dengan menghapus status tenaga honorer di tahun 2023 bisa menimbulkan instabilitas di daerah.

Pasalnya, kebijakan ini akan menimbulkan ledakan pengangguran yang begitu besar.

“Selain menimbulkan pengangguran, penghapusan tenaga honorer juga dapat menciptakan instabilitas di daerah,”tegas Anggota Komisi I DPRD Maluku, Benhur G.Watubun kepada  pers, Selasa (12/7/2022) di Ambon.

Untuk itu, atas nama masyarakat Maluku, Watubun meminta perhatian pemerintah pusat supaya meninjau kembali kebijakan penghapusan tenaga honorer ini.

“Jika pemerintah pusat tetap menjalankan kebijakan penghapusan tenaga honorer, maka akan mengganggu stabilitas politik dan keamanan, termasuk terjadinya ledakan pengangguran yang cukup besar dan itu akan sulit teratasi, “urai Watubun yang juga Sekretaris Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PDI Perjuangan Maluku ini.

Menurutnya, langkah yang ditempuh pemerintah pusat, sebaiknya diproses di tahun 2025, setelah pemilihan umum (pemilu).

“Ini perlu perencanaan yang matang sebab harus sesuai dengan tuntutan dari berbagai daerah sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara baik dan dikelola melalui seleksi calon pegawai negeri sipil (CPNS) maupun pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK),”tegas Watubun seraya menambahkan ditunda sambil membicarakan arah dan kebijakan pemerintah dalam proses pencapaiannya sehingga tidak ada pihak yang dirugikan.

Presiden Republik Indonesia Joko Widodo memutuskan untuk segera menghapus status tenaga honorer tahun 2023. Para tenaga honorer diberi kesempatan untuk mengikuti seleksi calon pegawai negeri sipil (CPNS) atau beralih ke outsourcing.

Penghapusan tenaga honorer sendiri merupakan mandat yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) no 49 Ta 2018 tentang Menajamen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja. (L05)