Share

OLEH : ALEX BELAY

(Tokoh Muda Tanimbar/Bendahara KNPI Maluku)

Pemerintah Daerah Provinsi Maluku merupakan salah satu lima provinsi yang menurut penilain Kementrian Dalam Negeri masuk dalam kategori kurang inovatif dan berkinerja rendah. Ini merupakan penilaian Indeks Inovasi Daerah tahun 2020 yang dirilis Kementrian Dalam Negeri.

Setidaknya, rilis Kemendagri ini memotivasi seluruh jajaran di Pemda Provinsi Maluku untuk melakukan langkah strategis dengan mensinergikan perangkat daerah untuk melahirkan inovasi.

Namun, belakangan sangat disayangkan, Pemda Provinsi Maluku justru sibuk mengurus pembayaran hutang Pihak Ketiga di Kabupaten Kepulauan Tanimbar yang notabene milik orang kaya. Ini patut dipertanyakan?.

Tingkat kemiskinan yang cukup tinggi di Maluku seiring dengan efek Covid-19 yang meluluhlantakan sistem perekonomian di daerah harusnya menjadi fokus utama pemerintah untuk menyusun langkah dan strategi menuju proses pemulihan ekonomi yang bertujuan menurunkan angka kemiskinan, bukannya sibuk mengurus hutang pihak ketiga milik si konglomerat.

Begitu juga dengan salah satu anggota DPRD Kabupaten Kepulauan Tanimbar yang begitu antusias membela sang konglomerat dengan mendesak Pemda Kepulauan Tanimbar segera membayar hutang pihak ketiga.

BACA JUGA:  Direktur Kementerian Desa Resmikan Air Bersih di Desa Matakus-Tanimbar

Ini tipe wakil rakyat yang tidak peka terhadap kesejahteraan rakyat ditengah situasi pandemic Covid-19. Apalagi, dampak dari Covid-19 mengakibatkan postur anggaran yang tidak sehat karena kebijakan refocusing dari pemerintah.

Public Maluku bahkan sudah mengetahui jika hutang pihak ketiga ini merupakan warisan yang ditinggalkan mantan Bupati Kabupaten Kepulauan Tanimbar Bitto Silvester Temmar periode 2007-2016, sebesar Rp 97.856.828.000

Dan hutang tersebut kini menjadi beban pemerintahan yang baru dibawah pimpinan Bupati Petrus Fatlolon.

Kendati mendapat warisan hutang yang jumlahnya cukup fantastic, namun Bupati Petrus Fatlolon telah berjanji untuk bisa melunasinya sesuai dengan proses dan mekanisme perundang-undangan yang berlaku, sehingga tidak menimbulkan persoalan hukum baru di kemudian hari.

Apalagi sebagian besar proyek yang dikerjakan si konglomerat itu di era Bupati Bito Temmar tanpa kontrak kerja, padahal paket proyeknya mencapai miliaran rupiah. Secara hukum ini bisa dikatakan illegal, sebab ada objek hukum tetapi tidak ada subjek hukum.

BACA JUGA:  Jelang Pilkada MBD Duet Benyamin-ARI Final, DPP Golkar Lirik Kilikily

Salah satu contoh, pembangunan Pasar Omele, hanya bermodalkan rekomendasi yang dikeluarkan oleh Bupati kala itu, Bito Temmar tanggal 20 Januari 2009, dan langsung dibangun.

Saya mengutip pernyataan Bupati Bapak Petrus Fatlolon saat melakukan kunjungan ke Pasar Omele didampingi pengusaha Agus Teodorus, dan Kapolres KKT AKBP Adolf Bormasa kala itu, pada hari Rabu tanggal 1 Juli 2020.

Bapak Bupati sudah beritikad untuk membayar hutang pihak ketiga dalam hal ini milik Agus Teodorus, namun ada beberapa hal teknis yang harus dikoordinasi dan dikonsultasikan sampai ke Mentri bahkan Presiden terutama mengenai syarat-syarat pembayaran, sehingga tidak menimbulkan dampak hukum dikemudian hari.

Nah, yang menjadi pertanyaan, apakah dalam memproses hutang pihak ketiga Pemda Kabupaten Kepulauan Tanimbar harus mengabaikan ketentuan aturan yang ada?.

Lantas, dokumen pendukung seperti kontrak dan lain-lain apakah harus diabaikan?. Secara ketentuan harus ada walaupun sudah menjadi keputusan tetap dan mengikat dari pengadilan. Namun siapa bisa menjamin jika dikemudian hari tidak menjadi masalah hukum?.

BACA JUGA:  Wacana Disalahgunakan, Pj Sekda Aru Klarifikasi Dana Covid Rp 19 Miliar

Pemda Kabupaten Kepulauan Tanimbar juga telah menyampaikan surat ke KPK dan jawabannya diatur sesuai ketentuan aturan perundangan yang berlaku. Juga surat ke Kementrian Dalam Negeri yang sampai saat ini juga belum ada jawaban tertulis yang memberikan jaminan kepastian hukum dalam proses hutang pihak ketiga.

Nah, yang menjadi persoalan apakah pihak ketiga sudah menyiapkan sejumlah persyaratan sesuai peraturan perundang-undangan agar Pemda Kepulauan Tanimbar bisa segera merealisasikan hutang pihak ketiga. Ini yang menjadi perhatian serius pihak ketiga sehingga tidak berdampak hukum dikemudian hari.

Niat baik Bupati Petrus Fatlolon untuk membayar hutang pihak ketiga patut diapresiasi, namun apakah pihak ketiga menyanggupi untuk melengkapi sejumlah persyaratan sesuai aturan untuk proses pencairan? Semoga (*)