Share
Penulis : M.Faisal Saihitua
(Ketua DPD KNPI Maluku/Wakil Ketua DPD PDI Perjuangan Maluku Bid. Pemuda & Olahraga)
Perubahan adalah sebuah keniscayaan dalam peradaban hidup Manusia. Perubahan terjadi di setiap aspek kehidupan. Perubahan yang signifikan dimulai dari peradaban masa awal (600-400 SM), abad klasik (400-100 SM), adab pertengahan (500-1200), Renaissance (1300-1600) dan masa modern (1700-1900). Setelah kehidupan umat manusia memasuki masa modern tak lantas membuat insan di Alam Raya ini berhenti melakukan berbagai penemuan yang mutakhir. 
Temuan yang  dihasilkan oleh umat manusia ini ditandai dengan adanya Revolusi Industri. Revolusi Industri pertama/1.0 terjadi pada pertengahan Abad 18 tepatnya pada tahun 1750–1850. Tumbuhnya mekanisasi dan energy berbasis uap menjadi penanda. 
Tenaga manusia dan hewan diganti oleh kehadiran mesin. Revolusi Industri 1.0 ini meningkatkan perekonomian yang luar biasa. Sepanjang dua abad setelah Revolusi ini pendapatan perkapita Negara-negara di Dunia mengalami peningkatan hingga empat kali lipat. 
Revolusi Industri 2.0 terjadi pada awal abad 20 yakni pada rentan tahun 1850–1940. Perubahan yang Nampak pada fase ini yaitu berkembangnya energi listrik dan motor penggerak. Proses manufaktur dan produksi masal pun terjadi. Lahirnya temuan alat telekomunikasi berupa pesawat telepon dan moda transportasi mobil dan pesawat terbang menjadi contoh pencapaian tertinggi masa itu. 
Perubahan yang cukup cepat terjadi pada Revolusi Industri 3.0 yakni pada akhir abad 20. Perubahan yang ada ditandai dengan tumbuhnya industry berbasis elektronika, teknologi informasi serta otomatisasi. Teknologi digital dan internet pun mulai dikenal pada akhir era ini. Perkembangan digital dan internet berlanjut hingga kini, bahkan lebih massif dan sangat mempengaruhi setiap sendi kehiupan umat manusia.
Perkembangan digital dan internet inilah yang menandai era Revolusi 4.0. perbedaan yang sangat mencolok terjadi bila dibandingkan dengan era sebelumnya. Lahirnya Internet of Things yang diikuti teknologi terbaru dalam data sains, kecerdasan buatan (Artificial Intelegence/AI), robotic, cloud, hingga teknologi nano. Perubahan ini begitu cepat dan tak pernah terfikirkan sebelumnya oleh banyak kalangan.
Muncul berbagai inovasi baru system transportasi dengan ride sharing seperti Go-Jek dan Grab, juga room sharing seperti Airbnb. Sederet inovasi ini membuka peluang bisnis dan mendisrupsi model bisnis sector serupa yang telah ada sebelumnya. Revolusi ini pun kerap disebut dengan Revolusi Digital. Disebut Revolusi Digital karena terjadinya proliferasi computer dan otomatisasi pencatatan di semua bidang. 
Revolusi Industri 4.0 dikatakan era disrupsi teknologi karena otomatisasi dan konektivitas di semua bidang akan membuat pergerakan dunia industry dan persaingan kerja menjadi tidak linear. 
Salah satu karakteristik unik dari era ini adalah pengaplikasian Artificial Intelegence (Tjandrawinata, 2016).
Kini hasil dari setiap temuan yang ada telah teraktualisasikan dalam setiap aspek kehidupan sadar atau tidak. Generasi yang tengah menikmati nafas kehidupan tak bisa mengelak dari setiap perubahan yang ada. Perubahan yang terdapat peluang di dalamya bagi kesejahteraan umat Manusia. Hal ini juga berlaku bagi Negara yang kian berkembang. Indonesia menjadi Negara yang dapat mengambil bagian dalam peluang besar yang dihasilkan oleh Revolusi 4.0. 
Merujuk pada laporan terbaru dari We Are Social, pada tahun 2020 disebutkan bahwa ada 175,4 juta pengguna internet di Indonesia. Bila dibandingkan dengan tahun sebelumya ada kenaikan 17% atau 25 juta pengguna internet di negeri ini. 
Berdasarkan total populasi Indonesia yang berjumlah 272,1 juta jiwa, maka itu artinya 64% atau lebih dari setengah penduduk Indonesia telah merasakan akses ke Dunia Maya. 
Berdasarkan Laporan McKinsey berjudul Digital India: Technology to transform a connected nation, Indonesia menempati peringkat pertama Negara yang mencatat pertumbuhan tercepat dalam mengadopsi ekonomi digital. Adopsi ekonomi digital ini menjadi peluang bagi Indonesia. Jika melihat peningkatan pertumbuhan ekonomi, ekonomi digital dapat meningkatkan partisipasi tenaga kerja dan produktifitas di Indonesia. 
Ekonomi digital berfungsi menguhubungkan permintaan pekerjaan dan penyedia tenaga kerja melalui platform online yang lebih efisien. Hal ini pula merupakan jawaban atas perubahan Dunia yang begitu cepat yang ditandai dengan merabaknya wabah virus-virus baru bahkan manjadi pandemi global saat ini (covid-19) serta perubahaan iklim bumi (climate change). 
Bila dihitung dari segi penghasilan maka ekonomi digital dapat meningkatkan produktivitas hingga mencapai US$ 120 miliar per tahun.
Tantangan Generasi Muda
Peluang emas ekonomi digital yang merupakan buah dari Revolusi Industri 4.0 bagi Indonesia perlu disambut oleh seluruh Anak Bangsa mulai dari Sabang hingga Merauke. Tak terkecuali bagi Provinsi Maluku yang masih dikategorikan sebagai Provinsi yang memiliki angka pertumbuhan Sumber Daya Manusia (SDM) yang rendah di wilayah Timur Nusantara. SDM menjadi variebel mutlak dalam upaya perkembangan digitalisasi dan teknologi.
Yang menjadi pertanyaan apakah SDM Maluku sudah siap dalam menghadapi dan beradaptasi dengan era ini. 
Melihat kesiapan SDM sebuah Daerah atau Negara dalam menunjang proses pembangunan maka perlu mengacu pada angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS) IPM Provinsi Maluku pada tahun 2018 dan 2019 berada pada peringkat 26 Nasional 68,87. Angka yang ada masih dibawah IPM Nasional yaitu sebesar 71,92. 
Hal ini merupakan tantangan bagi Pemerintah Daerah dalam mempersiapkan SDM guna memajukan sector ekonomi digital yang dapat menunjang kesejahteraan Rakyat. 
Dalam mempersiapkan generasi muda Maluku untuk berkompetisi pada era ini dibutuhkan perencanaan sistematis dari sisi pendidikan. Pemuda yang siap berkompetisi wajib memiliki soft skill dan kapabilitas yang cukup dalam kaitannya dengan pengusaan system informasi dan teknologi. 
Oleh sebab itu peran pendidikan sangatlah dibutuhkan. Pendidikan pun bukan merupakan pendidikan yang diterapkan pada sekolah umum, akan tetapi dibutuhkan pendidikan kejuruan/pendidikan vokasi (vocational education) yang mampu menjawab tantangan saat ini. 
Brown, Kirpal dan Rauner (2007) mengemukakan pendapat bahwa pelatihan kejuruan dan akuisisi keterampilan sangatlah mempengaruhi pengembangan identitas seseorang terkait dengan pekerjaan. Hal ini juga ditambahkan oleh Lomovtseva, Edmond dan Oluiyi (2014) yakni pendidikan kejuruan merupakan tempat menempa kematangan dan keterampilan seseorang sehingga tidak bisa hanya dibebankan pada suatu kelompok melainkan jadi tanggungjawab bersama.  
Pendidikan vokasi bukan serta merta diterapkan pada sekolah kejuruan saja, akan tetapi perlu ditambahkan pada kurikulum sekolah menengah umum. Tanpa merubah kurikulum yang telah disusun oleh Pemerintah Pusat (Kementerian Pendidikan dan kebudayaan), Pemerintah Daerah di Maluku pun dapat menambahkan pendidikan vokasi pada kurikulum pendidikan local guna menjawab kebutuhan Daerah. 
Pendidikan kejuruan pun bukan tanpa tantangan. Peluang Industrialisasi 4.0 mendorong inovasi dan kreasi pendidikan kejuruan. Pemerintah perlu meninjau relevansi antara pendidikan kejuruan dan pekerjaan untuk merespon perubahan, tantangan dan peluang era Industri 4.0 dengan tetap memperatikan aspek kemanusiaan (humanities). Oleh sebab itu diperlukan revitalisasi system pembelajaran kejuruan yang ada.
MenjawabTantangan
Revitalisasi system pembelajaran meliputi: 1) kurikulum dan pendidikan karakter, 2) bahan pembelajaran berbasis teknologi dan komunikasi, 3) kewirausahaan, 4) penyelarasan dan 5) evaluasi. Revitalisasi ini pula diharapkan dapat menyesuaikan dengan perubahan pola hidup manusia yang terjadi akibat perubahan kondisi global.
Perubahan kondisi global yang takdapat diprediksi dan terjadi dengan begitu cepat menuntut setiap orang untuk mempersiapkan diri dengan baik. Persiapan diri yang dimaksudkan guna menjalani hidup dengan lebih produktif guna kesejahteraan masing-masing. 
Proses  pembelajaran merupakan jalan untuk menemukan solusi atas tantangan yang ada.
Menurut Trilling dan Fadel (2009), pembelajaran abad 21 berorientasi pada gaya hidup digital, alat berpikir, penelitian pembelajaran dan cara kerja pengetahuan. Cara kerja pengetahuan merupakan kemampuan berkolaborasi dalam tim dengan lokasi yang berbeda dan dengan alat yang berbeda pula. Penguatan alat berpikir merupakan kemampuan menggunakan teknologi dan alat digital. Gaya hidup digital merupakan kemampuan untuk menggunakan dan menyesuaikan dengan era digital.
Apa yang telah dikemukakan oleh para ahli kini memasuki fase implementasi. Pola hidup manusia telah berubah dengan sangat drastic akibat pandemi yang terjadi sejak awal tahun 2020. Namun gaya hidup digital yang merupakan bagian dari era Revolusi Industri 4.0 adalah solusi bagi kehidupan manusia. Solusi ini tentunya dapat dimaksimalkan dengan Sumber Daya Manusia Indonesia yang mumpuni. 
Maluku merupakan satu dari delapan Provinsi pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia. Maka dengan penerapan pola pembelajaran kejuruan (vocational education) yang intensif, Pemuda Maluku mampu mengambil peran serta dalam memajukan perekonomian dan kesejahteraan Bangsa. (*)