Share

Oleh : Pendeta Dr. Rudy Rahabeat, M.Hum (Wakil Sekum MPH Sinode GPM)

Saya seorang Pendeta Protestan. Saya bukan orang Katolik tetapi mengamini Katolik dan Protestan itu bersaudara, dirangkul dalam satu kata: Kristiani. Kita sama-sama percaya kepada Yesus Kristus, Tuhan dan Sang Juru Selamat Dunia. Kita sama-sama terpanggil untuk menghadirkan Khabar Baik kepada semua makluk, dalam kata dan perbuatan berlandaskan Kasih. Katolik dan Protestan terpanggil untuk merekat persekutuan dan persaudaraan sebagaimana doa Tuhan Yesus, ot omnes unum sint (agar semua menjadi satu).

Saya pengagum Paus Fransiskus karena beberapa alasan. Ia seorang humanis sejati. Seorang yang peduli kepada manusia dan kemanusiaan, khususnya mereka yang miskin, kecil dan terpinggirkan. Ia menunjukan keberpihakan total kepada harkat kemanusiaan.

Dokumen Ensiklik Fratelli Tutti (2020) adalah sebuah jejak sejarah monumental kecintaannya kepada manusia. Berpihak kepada para imigran, korban perang, korban diskriminasi, dsb adalah cara pandang dan cara hidup Paus Fransiskus yang sangat luar biasa. “ Fratelli tutti.” Dengan kata-kata itu Santo Fransiskus dari Asisi menyapa semua saudara dan saudarinya dan menawarkan kepada mereka cara hidup yang memiliki cita rasa Injil.

Di antara petuah-petuahnya, saya ingin menyoroti satu yang dengannya ia mengundang orang kepada cinta kasih yang melampaui batas-batas geografis dan jarak jauh. Di sini Fransiskus menyatakan berbahagialah orang yang mengasihi saudaranya “ketika ia berada jauh darinya, sama seperti kalau saudara itu berada di samping-nya.” Dengan kata-kata singkat dan sederhana itu ia menjelaskan hakikat persaudaraan yang terbuka dan yang memungkinkan kita untuk mengakui, menghargai, dan mengasihi setiap orang, terlepas dari kedekatan fisiknya, terlepas dari tempat mereka dilahirkan atau tinggal” (Fratelli tutti, poin 1)

Saya pengagum Paus Fransiskus karena ia pencinta dan pejuang lingkungan hidup. Ia gelisah dengan bumi yang terancam kiamat ekologis. Ia konsisten memperjuangkan keselamatan lingkungan. Suara pastoralnya lantang hingga ke seluruh penjuru dunia agar semua bersama-sama mengatasi kiamat ekologis. Dokumen Ensiklik Laudato Si (2015) dan Ensiklik Laudato Deum (2023) adalah buktinya. “Saudari ini sekarang menjerit karena segala kerusakan yang telah kita timpakan padanya, karena penggunaan dan penyalahgunaan kita yang tidak bertanggung jawab atas kekayaan yang telah diletakkan Allah di dalamnya.

Kita berpikir bahwa kita adalah tuan dan penguasanya yang berhak untuk menjarahnya. Kekerasan yang ada dalam hati kita yang terluka oleh dosa, tercermin dalam gejala-gejala penyakit yang kita lihat pada tanah, di dalam air, di udara dan pada semua bentuk kehidupan. Oleh karena itu, bumi terbebani dan hancur, termasuk kaum miskin yang paling kita abaikan dan lecehkan” (Laudato Si, poin 2)

Saya pengagum Paus Fransiskus yang berasal dari Ordo Yesuit (Serikat Yesus, SJ) yang nama aslinya Mario Jose Bergoglio menggunakan nama Fransiskus dari Assisi, soko guru Ordo Fretrum Minorum (OFM) sebagai nama ke-Paus-annya. Saya pernah berkuliah di sekolah yang dikelola oleh Serikat Yesus, Universitas Sanatha Dharma Yogyakarta.

Saya berani bersaksi tentang kualitas dan kapabilitas para Yesuit yang ahli di bidangnya. Paus Fransiskus adalah Paus pertama dari Serikat Yesus. Ia memiliki pemikiran yang cerdas dan karakter yang luhur. Koleganya sesama Serikat Yesus, Kardinal Carlo Maria, SJ, wafat 2012, setahun sebelum keterpilihannya sebagai Paus (2013). Saya membeli tiga buah buku yang diterbitkan oleh Gramedia tahun 2024 masing-masing; Fransiskus Manusia Pendoa (Mario Escobar), Fransiskus Paus dari Dunia Baru (Andrea Tornielli) dan Fransiskus Mari Bermimpi Jalan Menuju Masa Depan Yang Lebih Baik (Austen Ivereigh).

Saya pengagum Paus Fransiskus karena ia mau datang ke Indonesia. Ia mencintai dan mengasihi Indonesia. Ia melakukan perjalanan ribuan mil untuk mengunjungi negara yang memiliki penduduk Muslim terbesar di dunia. Umat Katolik bukan mayoritas di negara kami. Bahkan jika digabung dengan umat Protestan tak lebih dari sepuluh persen. Ia datang ke Indonesia karena ia mencintai semua bangsa dan semua agama.

Dokumen Abu Dhabi, “The Document on Human Fraternity for World Peace and Living Together.” (2019). Deklarasi ini dapat menjadi tanda kedekatan antara Timur dan Barat, antara Utara dan Selatan, dan antara semua yang percaya bahwa Allah telah menciptakan kita untuk saling memahami, saling bekerja sama dan hidup sebagai saudara dan saudari yang saling mengasihi.

Saya mengagumi Paus Fransiskus, walau ada yang mengkritik bahkan menghujatnya. Carlo Maria Vigano misalnya. Situs Crusader Network yang garang mengkritiknya. Para pengkritiknya menyoal Konsili Vatikan II, mewacanakan Sede Vacante (kekosongan tahta Paus), menyebutkan Paus Fransiskus adalah Marthin Luther masa kini, Paus Fransiskus lebih Protestan dari orang Protestan, terlalu dekat dengan Islam dan sebagainya. Teringatlah pada Yesus yang juga mengalami hinaan dan hujatan.

Olehnya, daripada terbawa energi negatif yang tidak produktif, marilah menimbah hikmat dan kearifan serta berkat dari yang mulia dan terkasih, Sri Paus Fransiskus. Waktu dan sejarah yang akan menguji semuanya.

Selamat datang yang mulia Sri Paus Fransiskus di Indonesia. Selamat datang di Bumi Pancasila. Kami menyambut hadirmu dengan sepenuh hati dan sukacita. Kami mendoakanmu, seperti engkau mendoakan kami pula. Diberkatilah engkau dan berkatilah negeri kami, Indonesia. Diberkatilah bumi semesta tempat hidup dan bermukim semua ciptaan. (*)