AMBON, LaskarMaluku.com – Bank Maluku dan Malut saat ini terancam turun level menjadi Bank Perkreditan Rakyat.

Pasalnya modal inti Bank Maluku Malut belum mencapai Rp 3 triliun dengan klasifikasi bank buku II, sesuai laporan keuangan triwulanan per Maret 2023.

Kendati demikian, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) masih memberikan tenggat waktu sampai akhir tahun 2024 untuk memenuhi modal Rp 3 triliun hingga tanggal 31 Desember 2024.

Permasalahan ini menjadi perhatian serius Komisi III DPRD Maluku, dan untuk menyelesaikan masalah ini pihak Komisi III bersama pihak Bank Maluku Malut akan melakukan studi banding ke Bank Daerah Jawa Barat di Kota Bandung.

Hal ini disampaikan Ketua Komisi III DPRD Maluku Richard Rahakbauw, kepada pers, Selasa (22/8/2023).

Menurutnya, studi banding akan dilakukan pada tanggal 28 Agustus 2023 mendatang, dan bertujuan untuk melihat secara dekat bank daerah lainnya dalam mempersiapkan modal inti.

Selain itu juga akan melihat secara dekat masalah kerjasama antara bank Jawa Barat Bandung dengan bank-bank lain juga terkait dengan pemenuhan-pemenuhan dana modal inti sebesar Rp 3 triliun.

“Setelah kembali dari studi banding, pihak Bank Maluku Malut akan melakukan tahapan-tahapan proses, bisa berakses melakukan lobi-lobi dengan bank-bank yang lain dalam pemenuhan modal inti sebesar Rp 3 triliun tersebut. Ini yang kita bahas dalam pertemuan bersama tadi dengan pihak Bank Maluku Malut,”jelasnya seraya menambahkan dalam pertemuan tersebut juga dibahas mengenai Ranperda menjadi Perda yang mengatur soal perubahan nama PT Bank Maluku dan Malut dari sebelumnya Bank Maluku.

Menurut Rahakbauw, berkaitan dengan nama maka saham yang ada di PT.Bank Maluku Malut bukan hanya milik Pemerintah Provinsi Maluku tetapi juga ada Pemerintah Provinsi Maluku Utara, lantaran itu Ranperda juga membahas perubahan nama, sehingga nantinya Bank Maluku diberikan kewenangan melakukan kerja sama dengan bank lain untuk mencapai target modal inti minimum Rp 3 triliun.

Rahakbauw menjelaskan sesuai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12 Tahun 2020 setiap bank milik pemerintah daerah wajib memenuhi modal minimum Rp 3 triliun per 31 Desember 2024. Bahkan secara nasional Bank Maluku nantinya harus berada pada modal minimum Rp 3 triliun.

“Untuk mencapai itu, harus ada Perda yang mengaturnya, sehingga Bank Maluku bisa bekerja sama dengan bank lain untuk bisa mencapai modal minimum Rp 3 triliun. Sebaliknya jika modal minimum Rp 3 triliun tidak tercapai, maka Bank Maluku akan kembali turun grade menjadi bank perkreditan rakyat,”jelasnya.

Oleh karena itu, sambung RR sapaan akrab Rahakbauw, memang lagi diupayakan untuk bisa melakukan lobi-lobi dan kerjasama dengan bank-bank lain sehingga bisa memenuhi modal awal.

Ketua Komisi III DPRD Maluku Richard Rahakbauw SH.

Dirinya menambahkan, pertama intinya dalam Perda harus ada perubahan nama, karena sahamnya bukan saja ada di Provinsi Maluku tetapi juga Maluku Utara.

Yang kedua adalah harus ada perubahan mendasar dalam peraturan daerah itu terkait dengan masalah peraturan kerjasama dengan bank bank lain untuk bisa mencapai target yang upah minimum Rp 3 trilyun.

Menurutnya, ini sementara dibahas. Dan rencananya kita akan melakukan studi banding ke bank daerah di Jawa Barat dan beberapa bank daerah lainnya.

“Jadi, setelah kembali dari studi banding kita akan memanggil pihak-terkait tentang tata tertib peraturan DPRD Provinsi Maluku no 1 tahun 2022 terkait dengan pembahasan tahapan-tahapan terhadap sebuah rancangan peraturan daerah yang menjadi usulan dari DPRD dan pemerintah daerah untuk selanjutnya akan menetapkan itu sebagai peraturan daerah, “jelasnya.

Diharapkan dengan ditetapkan Peraturan Daerah itu, Direktur PT Bank Maluku dan jajarannya dapat menjalin kerjasama dengan bank-bank daerah lainya, sehingga upah minimum sudah dalam terpenuhi pada tahun anggaran 2024,  sebab kalau tidak bisa mencapai Rp 3 triliun maka Bank Maluku akan turun level menjadi Bank Perkreditan Rakyat.

 “Ini kan juga menyangkut pride kita sebagai Bank Plat Merah dan DPRD secara kelembagaan akan memberikan dorongan kepada pihak Bank Maluku supaya dapat melakukan lobi-lobi dengan bank-bank daerah lainya supaya bisa mencapai target modal inti Rp 3 triliun itu. Hal ini dilakukan semata-mata untuk menempatkan PT Bank Maluku dan Maluku Utara bisa sejajar dengan bank-bank swasta lainya  maupun bank pemerintah lainya yang ada di Indonesia,”harapnya.

Harus Berinovasi

Sementara itu salah satu pengamat perbankan Fagi Karim mengemukakan disamping kerja sama dengan bank-bank daerah lainnya, PT Bank Maluku dan Maluku Utara harus banyak berinovatif dalam pengertian mendinamisir produk tabungan-tabungan otomatis yang disuplay oleh PNS di seluruh 11 kabupaten/kota di Provinsi Maluku dan Provinsi Maluku Utara dan kabupaten kota lainnya di Maluku Utara.

Seharusnya Bank Maluku dan Maluku Utara ini harus banyak berinovasi , misalnya seperti bank daerah Jawa Timur dan Bank Jawa Barat yang punya banyak memiliki mitra binaan. Sehingga liquiditasnya itu bisa dijaminkan.

“Kalau cuma Rp 3 triliun untuk kerja wilayah Provinsi yang otomatis wilayah cakupannya itu tidak terlalu sulit, karena dia tidak terlalu banyak membuka jaringan menambah nasabah di luar PNS,”jelasnya seraya menambahkan, sebuah bank itu kalau semakin banyak orang menabung akan semakin untung, semakin tinggi tingkat liquiditasnya.

Jadi tingkat liquiditas Perbankan itu tergantung dari banyaknya jumlah kualifikasi nasabahnya itu. Kalau nasabahnya hanya dari PNS maka target tersebut tidak akan dicapai.

Dirinya juga menyarankan agar Bank Maluku harus memberikan kemudahan fasilitas bagi kontraktor-kontraktor yang mengelola dana APBD dipermudah prosesnya uang jaminan yang di Bank Maluku.

Umumnya adalah kontraktor-kontraktor yang mengharapkan proyek proyek APBD, belanja-belanja modal yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur di Maluku tidak mencapai Rp 1 triliun kemudian Bank Maluku membutuhkan liquiditas sebagai syarat untuk menaikan gradenya itu harus mencapai Rp 3 trilyun.

“Kalau hanya diharapkan dari simpanan PNS saja tidak bisa memenuhi target tersebut,”tutup Fagih. (L05)