Share

AMBON, LaskarMaluku.com – Ketua (S) DPRD Maluku Benhur G Watubun mengecam keras tindakan Esterlina Nirahua, Komisaris Independen Bank Maluku-Maluku yang secara terang-terangan memberikan dukungan politik terhadap salah satu pasangan calon Gubernur Maluku dan Wakil Gubernur Maluku Murad Ismail-Michael Wattimena.

Nirahua juga merupakan ketua PP Polri Maluku. Bentuk dukungan politik kepada pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Maluku itu terungkap saat PP Polri Maluku menggelar pertemuan, Sabtu (28/9/2024), dengan lokasi pertemuan digelar di aula kantor lama Polda Maluku dipimpin oleh Ketua PP Polri Maluku Kombes (purn) Esterlina Nirahua.

Kepada media, Senin (30/9/2024) Watubun menegaskan DPRD akan mengagendakan untuk memanggil Direktur Utama dan Komisaris Bank Maluku-Malut terkait tindakan Komisaris Independen (Esterlina Nirahua).

Panggilan ini kata Watubun penting, karena sesuai aturan Direksi, Komisaris dan Karyawan BUMD dilarang berpolitik.

“Terindikasi tidak netral di Pilkada, tindakan Nirahua justru sangat merugikan dan menurunkan martabat bank pelat merah milik Pemprov Maluku dan Pemprov Malut itu,”tegasnya lagi.

Lantaran itu, Watubun mengingatkan jajaran ASN dan BUMD di Maluku wajib menjaga netralitas dalam Pilkada serentak 2024.

“ASN dan jajaran BUMD dilarang berpolitik aturannya sudah jelas, tidak boleh dilanggar, risikonya dijatuhi sanksi,” kata ketua DPD PDI Perjuangan Maluku ini.

Watubun menambahkan, DPRD Maluku juga akan mengundang Bank Indonesia Perwakilan Maluku membahas dugaan pelibatan Nirahua dalam politik praktis.

“Sebagai bank sentral, Bank Indonesia bertugas mengawasi dan mengatur sistem perbankan. Kehadiran pihak Bank Indonesia kita ingin tahu sejauh mana tugasnya mengawasi kinerja Bank Maluku, tidak hanya soal sistem perbankan tapi banyak hal,” tegas Benhur mengingatkan.

Benhur mendesak Bawaslu Maluku memanggil Nirahua untuk dimintai klarifikasi terkait indikasi keberpihakannya di Pilgub Maluku. “Saya juga minta Bawaslu untuk segera memanggil yang bersangkutan dan hasilnya disampaikan kepada publik,” tegasnya.

Sedangkan penggunaan kantor Polda Maluku lama yang diduga dijadikan lokasi kampanye oleh Nirahua akan ditelusuri. “Kita akan cek peruntukan kegiatan ini untuk apa oleh yang bersangkutan,” ujar Benhur.

Bawaslu Lakukan Kajian

Sementara itu Ketua Bawaslu Maluku, Dr Subair yang dikonfirmasi media mengaku semantara melakukan kajian.

“Soal memanggil  harus dipastikan terlebih dahulu apakah melanggar atau tidak,”ungkapnya singkat seraya menambahkan, Bawaslu Maluku bekerja atas dasar UU dan semangat marwah dan nilai-nilai integritas.

Melanggar UU

Sebagaimana diamanatkan dalam UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang, pasal (69) menjelaskan bahwa dalam kampanye dilarang :

  1. Mempersoalkan dasar negara Pancasila dan Pembukaan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
  2. Menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, Calon Gubernur, Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati, Calon Wakil Bupati, Calon Walikota, Calon Wakil Walikota, dan/ atau Partai Politik.
    3.Melakukan Kampanye berupa menghasut, memfitnah, mengadu domba Partai
    Politik, perseorangan, dan/atau kelompok masyarakat.
  3. Menggunakan kekerasan, ancaman kekerasan atau menganjurkan penggunaan kekerasan kepada perseorangan, kelompok masyarakat dan/atau Partai Politik.
  4. Mengganggu keamanan, ketenteraman, dan ketertiban umum.
  5. Mengancam dan menganjurkan penggunaan kekerasan untuk mengambil alih kekuasaan dari pemerintahan yang sah.
  6. Merusak dan/atau menghilangkan alat peraga Kampanye.
  7. Menggunakan fasilitas dan anggaran Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
  8. Menggunakan tempat ibadah dan tempat pendidikan.
  9. Melakukan pawai yang dilakukan dengan berjalan kaki dan/ atau dengan kendaraan di jalan raya.
  10. Melakukan kegiatan Kampanye di luar jadwal yang telah ditetapkan oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.

Sementara Pasal (70) menyebutkan,

(1) Dalam Kampanye, calon dilarang melibatkan:
a. Pejabat Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah;
b. Aparatur Sipil Negara, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan anggota Tentara Nasional Indonesia; dan
c. Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dan perangkat Desa atau sebutan lain/perangkat Kelurahan. (L02)