Chris Sahetapy |
“Lima tahun pertama akan sangat menentukan (perkembangan) 80 tahun ke depan,” filantropis dan jutawan Bill Gates, pernah berkata, terkait pentingnya pendidikan anak usia dini (PAUD).
Pendidikan anak usia dini kerap disebut dalam Strategi Pendidikan 2020 Bank Dunia, yang memaparkan agenda 10 tahun ke depan di bidang pendidikan, dengan tujuan “Pembelajaraan untuk Semua”. Dengan moto “investasi awal, investasi yang pintar dan investasi untuk semua,” strategi ini mengatakan bahwa investasi pendidikan anak usia dini akan menopang pembangunan dan pertumbuhan sebuah negara, terutama untuk negara perkenomian berkembang seperti Indonesia.
Namun, ada beberapa masalah terkait pendidikan anak usia dini, seperti yang sudah saya pelajari dalam kunjungan saya ke lebih dari 50 kabupaten di seluruh Indonesia. Baru-baru ini saya mengunjungi sebuah desa terpencil di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat dan di sana saya melihat anak usia empat tahun yang ditekan untuk belajar mengeja. Para guru juga terlihat pasrah ketika anak murid lebih tertarik bermain dengan teman temannya. Para guru bertanya kepada saya,”Bagaimana saya bisa menarik perhatian anak murid?” atau “Bagaimana membuat anak murid tertarik untuk belajar materi yang diberikan?” Bahkan, beberapa guru mengatakan bahwa mereka telah ditekan oleh orangtua murid untuk mengajari anak-anak mereka membaca dan matematika. Padahal materi tersebut merupakan kurikulum untuk anak kelas satu Sekolah Dasar.
Para guru tidak sadar bahwa “bermain” dapat merangsang pertumbuhan anak baik dari segi fisik, sosio-emosional dan kognitif. Para guru tidak tahu bagaimana mengaplikasikan kearifan lokal seperti dongeng rakyat ke aktivitas pelajar dan mereka kurang punya keahlian untuk menciptakan lingkungan bermain yang dapat momotivasi kreativitas anak didik. Para guru juga tidak bisa membangun komunikasi yang baik dengan orangtua murid. Bagi anak usia dini umur 0 hingga 6 tahun, proses pembelajaran seharusnya menjadi sesuatu yang menyenangkan dan tugas guru adalah untuk memandu proses tersebut.
Untuk memperkuat kemampuan tenaga pengajar di pedesaan, baru-baru ini pemerintah Indonesia meluncurkan sebuah program yang bertujuan untuk mengatasi tantangan pendidikan anak usia dini. Dengan dukungan pendanaan oleh Pemerintah Australia (DFAT), pemerintah meluncurkan program Generasi Cerdas Desa, yang juga didukung oleh Bank Dunia.
Dengan dukungan hibah sebesar USD 5,4 juta dari DFAT, lebih dari 15 ribu guru PAUD dan guru-guru komunitas di 25 kabupaten, akan dapat mengakses program nasional untuk memperkuat kemampuan mengajar mereka. Guru-guru di pedesaan bisa mendaftar ke program pelatihan di tingkat kabupaten selama sampai satu tahun, tergantung sumber daya di desanya masing masing.
Pelatihan ini sangat penting karena banyak guru anak usia dini – terutama di daerah pedesaan – yang tidak dibekali pengetahuan pendidikan anak usia dini. Menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, lebih dari 20 ribu desa – atau sekitar 30 persen desa di Indonesia – tidak punya akses ke fasilitas pendidikan anak usia dini. Ada kebutuhan mendesak untuk melatih guru agar berinteraksi dengan anak didik dalam kegiatan sehari-hari yang penuh makna. Kita sudah tidak bisa menunggu lagi.
Program Generasi Cerdas Desa tidak dibangun dari nol, melainkan dari program yang sudah ada. Program terpadu ini merupakan gabungan tiga program pemerintah, yaitu program Generasi Sehat Cerdas di bawah Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi; program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD); dan program peningkatan mutu guru dan tenaga kependidikan di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Para guru akan menjalani pelatihan ketat dalam empat tahap. Pertama, mereka harus mengikuti program diklat dasar selama 48 jam, yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Kedua, mereka melakukan tugas mandiri selama 200 jam di desa masing-masing. Ketiga, mereka akan menerima dukungan untuk bisa menghadiri forum guru PAUD di ibukota kabupaten, dan setelah itu setiap guru akan dikunjungi oleh pelatih dan menerima masukan terkait kinerja mereka.
Saya senang melihat perhatian yang telah diberikan oleh pemerintah Indonesia kepada pendidikan anak usia dini. Menurut penelitian kami, anak-anak yang menerima pendidikan usia dini yang prima cenderung lebih sukses nantinya, dan akan menjadi lebih kompeten secara social dan emosional. Dengan program ini, pemerintah telah melakukan investasi berkala terhadap tenaga kerja masa depan kita. Investasi ini akan membantu Indonesia menjadi pusat ekoknomi berbasis pengetahuan dan pelayanan, yang dapat bersaing di tingkat dunia.
Tidak semua dari kita bisa hidup melewati umur 80 tahun. Namun, seperti yang telah disiratkan oleh Bapak Gates, tingkat intelektual dan kreativitas dunia di masa depan tergantung oleh bagaimana kita mendukung pendidikan usia dini sekarang ini. (*)