Share

LASKAR – Pelaksana Tugas Sekda Maluku Sadli Ie mengatakan, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Maluku sepanjang tahun 2021 sangat tinggi.

Pemerintah Provinsi Maluku mencatat adanya laporan 382 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di 11 kabupaten/kota di Maluku yang dilaporkan melalui aplikasi sistem informasi daring Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak (PPPA) sepanjang  2021.

Hal ini dipaparkan Sadali Ie saat membuka rapat Forum OPD Dinas Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak (DPPPA) Propinsi Maluku tahun 2022, Rabu (30/3/2022) di Ambon.

Dirinya merincikan kasus kekerasan tertinggi yakni di Kota Ambon 189 kasus, diikuti Kota Tual 58 kasus dan Kabupaten Buru 40 kasus.

Laporan tersebut menurut Sekda, mengindikasikan masih tingginya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Maluku, sehingga perlu mendapat perhatian semua pihak.

BACA JUGA:  Cegah Corona, Walikota Ambon dan Bupati KKT Batasi Perjalanan Dinas ASN

Tingginya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak itu diharapkan menjadi perhatian pemerintah kabupaten/kota di Maluku, terutama memusatkan perhatian penuh terhadap penanganan kasus, lebih efektif menerapkan manajemen penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak secara utuh dan terintegrasi mulai dari pengaduan hingga pendamping korban kekerasan.

Dia menilai forum OPD PPPA tahun 2022 sangat strategi dalam rangka menyusun program/kegiatan sebagai upaya mempercepat proses pembangunan bidang pemberdayaan perempuan dan anak, guna memberikan masukan dalam program rancangan rencana kerja perangkat daerah demi pengembangan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak yang holistik.

Dia juga mengingatkan tentang Keputusan Menteri PPPA Nomor 70 Tahun 2021 tentang penetapan Kabupaten/Kota wilayah model desa ramah perempuan dan peduli anak, di mana di Maluku telah ditetapkan Kabupaten Buru Selatan dan Maluku Barat Daya (MBD) sebagai percontohan.

BACA JUGA:  DPD FPPI Maluku Bangun Sinergitas Dengan Dekranasda Maluku

Keputusan itu menurut Sadli, hendaknya ditindaklanjuti dengan penetapan desa desa ramah perempuan dan peduli anak (DRPPA) di masing-masing Kabupaten.

Keberadaan DRPPA diharapkan dapat membantu menghentikan kekerasan terhadap perempuan dan anak, pencegahan perkawinan anak, serta meningkatkan peran perempuan wirausaha di desa.

Pemprov Maluku juga mengapresiasi seluruh pihak yang telah mengupayakan dan memperhatikan kepentingan terbaik bagi perempuan dan anak, namun ke depan diperlukan sejumlah langkah strategis diantaranya, komitmen kabupaten/kota untuk memperkuat kebijakan pada isu perempuan dan anak yang sangat membantu dalam menyusun program dan kegiatan tepat sasaran melalui perencanaan dan penganggaran yang responsif jender.

Mempercepat pembentukan UPTD PPA pada kabupaten/kota dan diharapkan penanganan korban kekerasan terhadap perempuan dan anak dapat di lakukan dengan lebih cepat, terintegrasi dan komprehensif, menyediakan rumah perlindungan sebagai tempat penampungan sementara untuk memberikan rasa aman bagi korban kekerasan yang mengalami trauma dan memerlukan perlindungan.

BACA JUGA:  Tiga Warga Silale Wajib Jalani Rapid Tes

Selain itu, meningkatkan pelaporan kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi di kabupaten/kota melalui aplikasi “SIMPONI” perlindungan perempuan dan anak, meningkatkan kearifan lokal dalam merespon kasus kekerasan dan kriminalisasi terhadap anak dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dengan mengedepankan kepentingan terbaik bagi perempuan dan anak, serta memperkuat koordinasi pencegahan dan penanganan kasus kekerasan dengan pihak-pihak terkait di tingkat daerah maupun lembaga swadaya masyarakat.

Dirinya berharap forum OPD Dinas PPPA ini dapat melahirkan ide dan gagasan kontekstual yang berdampak pada penyusunan kebijakan program dan pengambilan keputusan, sehingga bisa menurunkan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di provinsi Maluku. (L02)