Share
Walikota, Pimpinan DPRD bersama Mahasiswa di Tokyo
LASKAR – Walikota Ambon, Richard Louhenapessy meluangkan waktu bertemu para pelajar mahasiswa tamatan SMA di Kota Ambon, yang sedang belajar di Jepang. Mereka tersebar di beberapa kota pendidikan di sana. 
Sebagian besar pelajar mahasiswa dimaksud adalah tamatan dari SMA Siwalima, SMA Kalam Kudus dan SMA Lentera. 
Richard Louhenapessy ke Jepang atas undangan khusus dari Hiroshima University untuk mengikuti seminar internasional sekaligus sebagai salah satu pembicara bersama para peserta dan pembicara lainnya dari beberapa negara di Asia.
Saat tiba di Haneda, Tokyo, Jumad (10/11/2017) pagi, orang pertama di Kota Ambon tersebut bersama Ketua DPRD, James Maatita dan Ketua Komisi II, Lucky Upulatu, bertemu para mahasiswa dari Universitas Ashikaga.
Bidang ilmu yang dipilih oleh para pelajar dan mahasiswa di Ashikaga University ini antara lain teknik mesin, teknik sipil dan keperawatan.
Usai bertemu pelajar mahasiswa Ashikaga University, Walikota dan Pimpinan DPRD melanjutkan perjalanan ke Kyoto. 
Disana, dilakukan pertemuan gabungan bersama pelajar mahasiswa dari Japan Internasional Languange Association (JILA) Kyoto, pula pelajar mahasiwa yang menempuh ilmu di Kota Osaka.
Usai bertemu mereka di Kyoto, rombongan melanjutkan perjalanan ke Hiroshima, bertemu pelajar mahasiswa tamatan SMA di Ambon yang kuliah di Japan Internastional Languange (JILA) Fukuoka dan Beppu.
Dalam pertemuan bersama para pelajar mahasiswa baik di Haneda Tokyo, Kyoto dan Hiroshima itu, Walikota dan Pimpinan DPRD Kota Ambon banyak mendengar suka duka para pelajar mahasiswa berprestasi ini.
Umumnya mereka menyampaikan progress selama belajar di Jepang. Masing-masing mereka diberikan kesempatan berbicara.
Terungkap para pelajar mahasiswa menyampaikan soal biaya hiduup selama berada di Jepang, biaya sekolah dan komunikasi, sosialisasi diri bersama rekan-rekan mahasiswa lainnya dari berbagai negara.
Kendala utama yang dihadapi adalah soal bahasa. Tetapi mereka sangat optimis lantaran menguasai bahasa Inggris.
“Masalah bahasa hanya pada awal-awal kedatangan kami di Jepang. Untuk komunikasi dalam bahasa Inggris tidak ada masalah tapi dalam bahasa Jepang memang agak sulitt, karena kami hanya mengenal dasar-dasarnya saja,” jelas Afrisal Firdaus kepada Walikota dan Pimpinan DPRD Kota Ambon. 
“Pengenalan huruf kanji butuh waktu. Insya Allah sekarang semuanya berjalan baik dan lancar. Kami semua sudah bisa berkomunikasi dalam bahasa Jepang,” tambahnya.
Bersama Mahasiswa di Hiroshima (foto: martin langoday)
Theofilia Lekatompesy pun membenarkan apa yang disampaikan oleh Afrisal Firdaus. Di Ashikaga, Theofilia bersama rekan, Muhammad Nuniady, Ara Alfa Reford dan Dian Loupatty meluangkan waktu kosongnya dengan bekerja dan mendapatkan gaji yang lumayan dan bisa membantu biaya hidup disana.
“Kami semua bekerja mengisi waktu kosong di kampus. Selama bekerja tidak terjadi masalah yang berarti. Malah penguasaan bahasa Jepang kami semakin lebih baik,” ungkap Theofilia dibenarkan oleh teman-temannya.
Secara umum, pelajar mahasiswa yang bertemu Walikota, Pimpinan DPRD di Kyoto dan Hiroshima juga menyampaikan hal yang sama seperti yang dialami teman-teman mereka saat pertemuan sebelumnya di Haneda, Tokyo.
Guna memuluskan tiket masuk ke universitas di Jepang, mereka diharuskan mengikuti test N3, N2, dan N1. Rata-rata pelajar mahasiswa ini telah lulus N3, N2 secara baik. Hanya satu orang, Denise Weldy Hellen Sahulata yang telah lulus N3, N2 dan N1.
Denise sendiri merupakan pelajar mahasiswa di Japan Internastional Languange (JILA) Fukuoka. “Bahasa Inggris dan Bahasa Jepang adalah syarat utama untuk bisa masuk dan puji Tuhan kami semua bisa melewatinya dengan baik,” ungkapnya kepada Walikota dan pimpinan DPRD.
Denise dan teman-temannya, Andrew Evert William Nirahua, Theodore Leonardo Aipassa, Berry Samusamu, Kiz Inalessy Manuhutu, seluruhnya menempuh ilmu di Japan Internastional Languange (JILA) Fukuoka.
Sementara untuk pertmuan gabungan di Kota Kyoto, ada Herry V. Lesimanuya, (Osaka Internasional University), Devy P.M. Rumalesin (JILA Kyoto), Ali Alfarasyah A. Muhammad (JILA Kyoto), Ryan Y. Tutuarima (JILA Kyoto), dan Rafael A.G. Sahara (JILA Kyoto).
Foto bersama usai pertemuan dengan Mahasiswa di Kyoto.
Para pelajar mahasiwa lulusan SMA Siwalima, SMA Kalam Kudus dan SMA Lentera Ambon ini, mengakui, mereka selain belajar menempuh ilmu  tetapi juga membawa misi kebudayaan Indonesia, sebagai bentuk kerjasama pendidikan antara Indonesia dan pemerintah Jepang.
Di hadapan Walikota dan Pimpinan DPRD Kota Ambon, mereka mengucapkan terima atas perhatian dari pemerintah Kota Ambon selama ini yang peduli terhadap perkuliahan mereka disana.
“Walaupun ada masalah-masalah yang tidak kami pikirkan sebelumnya dan sempat membuat kami stress tapi sekarang semuanya berjalan baik,” beber Andre Evert Wiliam Nirahua yang memperoleh penghasilan sebulan mencapai Rp 8.000.000 dari hasil kerja mengisi waktu kosong.
Hanya saja, uang hasil kerja tersebut tidak boleh digunakan untuk membiayai kuliah. Alhasil,  bantuan dari Pemkot Ambon dan para orang tua masing-masing sangat dibutuhkan, lantaran uang hasil kerja mereka itu, hanya boleh dipakai untuk biaya hidup seperti makan, minum, tempat tinggal, transpostasi dan lain-lain.
Diketahui, pengiriman pelajar mahasiwa lulusan SMA di Ambon ini,  pada awalnya sempat memunculkan polemik akibat mis komunikasi berkaitan dengan pembiayaan mereka selama di Jepang.
Sebab, bantuan pemerintah yang diketahui oleh mereka adalah selama dua tahun, dan seterusnya menjadi tanggung jawab sendiri atau dari pihak orang tua.
Hanya saja, target ini mengalami kendala lantaran para mahasiswa sama sekali tidak terbiasa atau belum pernah merasakan suka duka hidup sebagai “anak kost” mandiri jauh dari orang tua. Apalagi di Negara asing dengan budaya tradisi yang sangat berbeda.
Pemkot kemudian turun tangan membantu melalui pendanaan. Atas dasar itulah, Ketua DPRD dan Ketua Komisi II bersama Walikota dan rombongan berangkat ke Jepang guna melihat dan mendengar langsung perkembangan pelajar mahasiswa lulusan SMA di Kota Ambon itu. (L1R)