Share
oleh M.Faizal Saihitua (Ketua DPD KNPI Maluku/Wakil Ketua DPD PDI Perjuangan Maluku Bidang Pemuda dan Olahraga)
Dunia diperhadapkan dengan perubahan tatanan yang sangat signifikan. Perubahan yang entah diakibatkan oleh ulah manusia secara eksplisit, ataupun perubahan yang tersirat secara implisit akibat ulah perbuatan manusia terhadap alam. Perubahan iklim, global warming, hingga wabah penyakit, yang diakibatkan oleh sejumlah virus baru menjadi penyebab akan berubahnya pola, dan perilaku bermasyarakat di berbagai belahan dunia. 
Berkumpul dan bercengkrama, yang menjadi kebiasaan serta digemari sebagian besar masyarakat belahan dunia manapun, kini terancam sirna. Adanya perubahan iklim yang menyebabkan naiknya suhu bumi, dan terjadinya pandemi virus mematikan membuat masyarakat enggan melakukan aktifitas sebagaimana biasanya. Alih-alih melakukan aktifitas berkumpul dan bercengkrama, untuk pola bekerja sebagaimana biasanya saja terancam hilang oleh penyebab, yang tak bisa dikendalikan. 
Hal ini mungkin tak begitu dikhawatirkan bagi sejumlah negara maju dan modern. Sikap dan perilaku masyarakatnya, yang terbiasa mengandalkan diri sendiri dengan kemajuan teknologi dapat menyesuaikan pola hidup baru dengan cepat. Lain halnya dengan negara yang kental dengan budaya hidup bermasyarakatnya. 
Indonesia merupakan salah satu Negara, yang akan menghadapi tantangan cukup besar dalam pola penyesuaian dengan kondisi seperti ini.Hidup bergotong royong, dan selalu berurung rembuk menjadi budaya, yang sangat kental di masyarakat Indonesia.
Indonesia memiliki kearifan local, yang sangat kental dan menjadi daya tarik tersendiri bagi bangsa lain. Kearifan lokal di Indonesia merupakan filosofi, dan pandangan hidup yang diwujudkan dalam berbagai bidang kehidupan, seperti dalam tata nilai sosial ekonomi, arsitektur, kesehatan, tata lingkungan dan sebagianya (Mohammad Dokhi, 2016)
Masohi dan Bacarita
Maluku sebagai salah satu provinsi tertua di Indonesia memiliki kearifan local, yang sangat kental dan beragam. Nilai kearifan lokal tersebut tersirat dalam budaya keseharian masyarakat Maluku. Sekian ragam budaya yang terdapat di Maluku terdapat budaya, yang terpengaruh kondisi global hari ini. Budaya tersebut antara lain budaya Masohi dan budaya Bacarita. Budaya Masohi dalam bahasa daerah di Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease memiliki arti gotong royong. Gotong royong memiliki makna saling membantu dalam mengerjakan suatu pekerjaan di lingkungan sosial kemasyarakatan (Mersiana dan Moda, 2018). 
Budaya Masohi telah lama ada dalam kehidupan bermasyarakat di Maluku. Budaya ini bahkan menembus sekat ruang religiusitas masyarakat. Sudah menjadi hal yang lumrah di dalam masyarakat, yang berbeda agama di Maluku saling tolong menolong dalam mengerjakan suatu pekerjaan, yang bernilai Religius. Misalnya umat Islam yang membantu umat Kristiani dalam suatu daerah di Maluku dalam mendirikan gereja, maupun sebaliknya umat Kristiani membantu umat Islam dalam mendirikan Masjid. 
Selain budaya Masohi adapula budaya Carita. Carita atau bercerita adalah sebuah bentuk komunikasi lisan, yang dilakukan penutur kepada para pendengarnya. Umumnya yang gemar bacarita adalah sang ibu (mama) kepada anak-anaknya saat mereka hendak tidur. Carita bisa berisi dongeng, fabel atau fantasi, tetapi bisa juga berisi kesaksian hidup yang dialami sang ibu atau orang lain. Selain “sekadar” pengantar tidur, carita bisa juga mengandung pesan-pesan yang mendalam, meski disampaikan dalam bahasa yang ringan, penuh metafora, kiasan dan umpama (Jacky Manuputty, 2014).
Kedua budaya yang telah mendarah daging pada setiap orang Maluku kini terancam sirna diterpa peradaban zaman, yang sangat drastis. Pola hidup masyarakat dunia menjadi berubah ketika ditemukannya virus baru di awal tahun 2020. Severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) atau lebih dikenal dengan nama virus corona telah mengubah hampir setiap sendi kehidupan. Dampak yang diakibatkan oleh virus corona bukan hanya pada saluran pernapasan sesuai dengan karakteristiknya, akan tetapi berdampak juga pada kehidupan sosial. 
Sebelum virus ini merebak dan menjadi pandemi di seluruh dunia, pola kehidupan masyarakat Maluku tak jauh dari kebiasaan berkumpul. Berkumpul untuk bacarita atau masohi dalam masyarakat sangat mudah ditemukan, dalam keseharian hidup orang Maluku. Terlebih pada kaula muda. Pemuda di Maluku kerap menghabiskan waktu untuk bacarita di waktu senggang ataupun waktu santai dan masohi menjelang momen perayaan hari besar, baik hari besar nasional maupun momen hari besar keagamaan.
Virus yang begitu mudah menular tersebut telah merubah tatanan hidup anak muda Maluku. Frasa “Bersama dapat menyelesaikan banyak hal” kini berubah menjadi “Bersama dapat menularkan kepada sesame,” sehingga jarak dekat yang tadinya menjadi esensi dari dua budaya tersebut berubah oleh diksi baru, yang timbul di tengah pandemi yakni jaga jarak atau physical distancing.
Sebagai pewaris budaya leluhur tentunya pemuda Maluku tak ingin kalah dengan kondisi, yang telah menjadi sebuah keniscayaan. Solusi untuk keluar dari sebuah keterpurukan adalah mutlak untuk dihasilkan. Oleh karena itu, pemuda Maluku harus bisa memanfaatkan teknologi informasi, yang telah menjadi instrumen promblem solving,yang lahir seiring perkembangan zaman. 
IT Sebagai Solusi
Penggunaan teknologi informasi (gadget) oleh pemuda Maluku merupakan akumulasi dari besarnya pengguna gadget di Indonesia. Berdasarkan data dari We Are Social, terdapat 64% dari total jumlah populasi Indonesia merupakan pengguna internet. Presentasi pengguna internet berusia 16 hingga 64 tahun, yang masing-masing memiliki perangkat, diantaranya mobile phone (96%), smartphone (94%), non smarthphone mobile phone (21%), laptop atau komputer desktop (66%), table (23%), konsol game (16%), virtual reality device (5,1%). 
Dalam laporan ini juga diketahui bahwa terdapat 338,2 juta ponsel, yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia. Angka ini melampui jumlah penduduk Indonesia, yang berjumlah 267 juta jiwa menurut data Bappenas RI. Selain data pengguna ponsel terdapat data, yang tak kalah menarik, yaitu terdapat 160 juta pengguna aktif media sosia (medsos). Bila dibandingkan dengan tahun 2019, maka tahun ini terjadi peningkatan jumlah pengguna medsosdi Indonsia sebanyak 10 juta orang.
Adapun medsos yang paling banyak digunakan oleh masyarakat dimulai dari, yang paling atas antara lain, YouTube, WhatsApp, Facebook, Instagram, Twitter, Line, FB Messenger, LinkedIn, Pinterest, We Chat, Snapchat, Skype, Tik Tok, Tumblr, Reddit dan Sina Weibo.
Dari data tersebut, maka dapat dikatakan potensi penggunaan instrumen teknologi informasi (IT) sebagai solusi akan persoalan social, yang hari ini terjadi dapat teraktualisasi. Masyarakat Maluku, dalam hal ini kaum muda dapat melakukan praktek penerapan budaya bacarita dan masohi dengan menggunakan media sosial tanpa menghilangkan esensi,dan makna budaya tersebut. Dimaksudkan dalam esensi, dan makna budaya bacarita dalam media sosial adalah menyampaikan cerita baik sesuai dengan fakta, dari sebuah pengalaman yang baru saja atau telah lama dialami.
Cerita atau pesan yang disampaikan tentunya mengandung nilai positif, yang bisa mempengaruhi seseorang atau pembaca guna melakukan kebaikan sesuai dengan cerita tersebut. Cerita yang ada pula tidak boleh mengandung unsur menghujat (hate speech), bahkan menjatuhkan martabat seseorang. Hal ini dikarenakan sangat bersifat kontradiktif dengan apa, yang telah diwariskan oleh para leluhur kepada generasi muda Maluku.
Penerapan nilai positif juga tentunya perlu diaktualisasikan pada budaya masohi. Sebelum adanya pandemi global, masohi merupakan praktek langsung terhadap proses kerjasama, yang baik dalam satu kelompok masyarakat. Namun dengan adanya keterbatasan ruang untuk melakukan hal tersebut, maka dengan melalui ajakan berbuat kebaikan, saling menguatkan argumen pesan, yang baik untuk membangun perilaku positif masyarakat telah mengandung nilai masohi didalamnya, sehingga keterbatasan ruang, dan waktu tidak menghilangkan esensi budaya dengan penggunaan instrument IT.
Guna mencapai makna dan mempertahankan esensi penerapan budaya bacarita,dan masohi dengan piranti IT tentunya memiliki tantangan, dan metode tersendiri. Sudah menjadi hal yang lumrah di ruang media sosial hari ini, bahwa sangat ramai ujaran kebencian, dan diksriminasi isu SARA. Tentunya diperlukan cara untuk membentengi pemuda Maluku dari hal dimaksud. Benteng yang dibutuhkan dalam melakukan aktifitas di media sosial yakni etika berinternet.
Etika Bermedia Sosial
Etika berinternet diperlukan agar setiap netizen ketika berada di dunia virtual memahami hak, dan kewajibannya sebagai warga negara dunia virtual. Dalam suatu komunitas, contoh dalam grup yang ada di media sosial facebook, ada ketentuan yang harus disepakati pengguna ketika bergabung dalam grup ini. Contoh lainnya, saat pengguna membuat akun di fasilitas yang disediakan, misalnya akun di media sosial, akun email, dan akun blog. Sebelum pengguna bisa menggunakan fasilitas akun tersebut, ada ketentuan yang semestinya dipahami oleh pengguna terkait apa saja yang diperkenankan, apa yang tidak, sampai pada ketentuan hukum jika melanggar (Nasrullah, 2015).
Etika komunikasi tidak hanya berkaitan dengan tutur kata, yang baik tetapi juga berangkat dari niat tulus yang diekspresikan dari ketenangan, kesabaran dan empati kita dalam berkomunikasi (Corry, 2009). Sehingga bentuk komunikasi demikian akan menciptakan suatu komunikasi dua arah, yang mencirikan penghargaan, perhatian dan dukungan timbal balik antara pihak-pihak yang berkomunikasi.
Perubahan ke arah yang tidak sebagaimana mestinya itu menyakitkan. Setiap orang tentunya akan merasa tidak nyaman dengan sebuah penyesuaian. Akan tetapi perubahan adalah sebuah keniscayaan. Terlebih perubahan itu berasal dari perubahan alam itu sendiri. Sebagai generasi muda sudah sepatutnya dapat memberikan solusi dalam setiap perubahan. Sudah saatnya Pemuda Maluku melakukan inovasi dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai Budaya warisan para leluhur. Praktek berbudaya yang juga senantiasa menyesuaikan dengan perkembangan zaman, dan perubahan kondisi global. 
Masohi dapat menghasilkan sebuah carita. Bacarita dapat memberikan begitu banyak makna kehidupan. Semoga budaya yang ada di Maluku akan selalu terwarisi dan terpatri dalam sanubari bagi setiap generasi muda Maluku. (*)