Share

Walikota Ambon Richard Louhenapessy, SH saat membawakan materi pada puncak Peringatan Bulan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) di Sentol Hotel, Bogor, Senin (12/10/2020)  

LASKAR – Puncak Peringatan Bulan Pengurangan Risiko Bencana (PRB), Walikota Ambon Richard Louhenapessy, diberikan kepercayaan membawakan materi Ketangguhan Kota Ambon Menghadapi Bencana, baik itu bencana alam maupun bencana non alam yang sementara terjadi saat ini.  

Selain Walikota Ambon, tampil sebagai pembicara Gubernur Jawa Tengah, Gubernur Bangka Belitung dan Bupati Magelang. 

Bertempat di Lorin Hotel, Sentul Bogor, Walikota Ambon tampil pertama dengan membawakan materinya.

Deputi Bidang Pencegahan Badan Nasional Penanggulanan Bencana (BNPB), Lilik Kurniawan dalam sambutan membuka sesi diskusi menyampaikan, empat daerah yang kali ini dipilih pihaknya, adalah representase daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota yang dinilai tangguh dalam menghadapi bencana, baik alam maupun non alam.

Dikatakan, bencana adalah masalah bangsa, sebab bencana tak mengenai batas wilayah, agama, suku dan lainnya. 

‘’Penting kegiatan ini kami laksanakan, agar semua daerah di Indonesia, siap dan tangguh hadapi bencana,’’ terangnya.

Kurniawan juga akui, bahwa kegiatan ini mestinya dilaksanakan di Maluku dan Kota Ambon menjadi tuan rumah, namun karena kondisi pandemic ini, maka BNPB mengalihkannya ke Jakarta dalam penyelenggaraan yang terbatas.

BACA JUGA:  Konferensi Virtual Musik Internasional, Peluang Ambon Bangun Kerjasama Kota Musik Dunia.

Diskusi yang dipandu Philips Jusario Vermonte, Direktur Eksekutif Centre for Strategic and International Studies (CSIS) berlangsung menarik. 

Sebab selain audience yang hadir di ballroom Lorin Hotel, kegiatan diskusi dan dilanjutkan dengan sesi tanya jawab yang tersambung aplikasi zoom dan diikuti perwakilan BPBD se-Indoneisia.

21 Tahun Lalu Ambon Kota “Mati”

Louhenapessy pada kesempatan itu memaparkan kesiapan Kota Ambon menghadapi bencana, apakah itu bencana social, bencana alam berupa banjir, tanah longsor, gempa sampai pandemic COVID-19 saat ini.

Disebutkan, Ambon 21 tahun lalu, adalah kota yang bisa dikatakan ‘mati’ karena kondisi konflik social, namun berkat kearifan local yang dimiliki masyarakat, maka kondisi Ambon saat ini, berubah total dan malah mendapat predikat kota dengan tingkat toleransi antar agama terbaik di Indonesia.

Pendekatan Pentahelix 

Talenta lain yang dimiliki Maluku yakni music, juga menjadi salah satu pintu masuk bagi berbagai sosialisasi yang dilakukan dalam situasi dan kondisi apapun, dan itu mendarat dengan baik di masyarakat. 

Terkait bencana alam, Kota Ambon juga tercatat mampu melakukan relokasi tanpa masalah terhadap warga yang rumahnya rusak akibat tanah longsor dan pergerakan tanah beberapa tahun lalu di wilayah Kelurahan Batu Gajah-Kota Ambon.

BACA JUGA:  Walikota Lantik 12 Kepala OPD Lingkup Pemkot, Simak Nama-namanya

Terkait sosialisasi bencana alam, pihanya tetap menggunakan pendekatan pentahelix, sehingga mampu terdistribusi dengan baik ke masyarakat. Pelibatan para camat, kepala desa/lurah, ketua RW dan ketua RT untuk menyampaikan informasi ke masyarakat dinilai sangat mempan.

Selain itu, penggunaan teknologi infomasi yang dilakukan BPBD Kota Ambon dengan menampilkan peringatan-peringatan saat musim penghujan juga peringatan cepat BMKG terkait gempa, sangat membantu masyarakat dalam mempersiapkan diri menghadapi bencana.

Ambon Masih Zona Merah

Penyiapan kampung-kampung tangguh bencana juga merupakan bagian dalam penyiapan warga dalam menghadapi setiap bencana yang mungkin saja terjadi, pada situasi dan kondisi apapun.

Terkait pandemic saat ini, Pemkot Ambon juga sudah menyiapkan fasilitas rumah sakit darurat, guna menampung pasien COVID-19. Dan RS darurat itu terpaksa harus menyewa beberapa hotel bintang 3 dan juga balai diklat yang ada di sana. 

‘’Kelemahan kita, adalah tidak memiliki rumah sakit kota. Makanya, kita harus mengambil kebijakan, untuk menyelamatkan warga dari pademi ini dengan menyewa hotel,’’ paparnya.

Ambon, lanjut Louhenapessy, saat ini masih berada di zona merah COVID-19, ini bisa dipahami, karena kota ini adalah episentrum pergerakan orang dan aktifitas ekonomi di Maluku.

BACA JUGA:  Audy Salhuteru Resmi Jabat Raja Latuhalat, Wattimena Pesan Jaga Persatuan dan Kesatuan

Ris sapaan akrab Walikota mengakui keterbatasan laboratorium penguji sampel Swab menjadi salah satu kendala tersendiri penanganan COVID-19 di Ambon. 

Olehnya, Pemkot Ambon melalui BPBD telah melayangkan surat meminta bantuan laboratorium mobile dari BNPB. ‘’Semoga melalui kegiatan ini, permohonan kami bisa terealisasi,’’ jelasnya dalam nada canda.

Louhenapessy juga menyatakan, semua program yang baik dari manapun juga, apakah itu dari OPD maupun masyarakat, akan berjalan dengan baik, sangat tergantung dari komitmen dan kepedulian pemimpin daerah tersebut.

‘”Saya di Ambon, kadang menggunakan jurus mabok dalam menyelesaikan suatu masalah. Kalau ikut prosedur, maka prosesnya memakan waktu. Olehnya jika ada usulan masyarakat yang saya anggap baik dan dibutuhkan, maka saya langsung memerintahkan OPD untuk mengeksekusinya,’’ paparnya.

Untuk Maluku, Louhenapessy akui, sinergitas antara pemerintah kota dan pemerintah provinsi berjalan sangat baik, sehingga memudahkan berbagai eksekusi kegiatan di lapangan.

‘’Saya hadir disini, juga bagian dari kesiapan Maluku yang mestinya menjadi tuan rumah peringatan bulan Pengurangan Risiko Bencana. Dan Pak Gubernur Maluku sebenarnya siap kalau Maluku menjadi tuan rumah, ya cuma karena kondisi, kita juga harus memakluminya,’’ tandasnya. (L01)