Share
 

Kepala Kantor Ombudsmen RI Perwakilan Maluku, Hasan Selamat, dalam diskusi lintas media di markas Yayasan Arika Mahina, Belakang Soya. “Indikator penilaian kepatuhan pelayanan publik, sangat sederhana yakni berhubungan dengan standart pelayanan. Artinya, ketersediaan sarana dan prasarana kebutuhan dasar dan layanan publik itu, harus diumumkan secara transparan”.(foto: saswaty)

LASKAR – Selama hak-hak masyarakat tidak terpenuhi secara baik, maka keberhasilan pemerintah patut dipertanyakan, lantaran pemerintah ada karena ada rakyat.

“Karena itu, sangat penting dilakukan pertemuan bersama, duduk bersama berdialog, berdiskusi sesama stakeholder yang ada seperti Yayasan/LSM juga menggalang kerjasama dengan kalangan media,” kata Kepala Kantor Ombusdmen RI Perwakilan Maluku, Hasan Selamat di Ambon, Jumat (29/9/2017).
Memperkuat civil society, kata Hasan, merupakan komitmen bersama dalam membangun kesadaran bahwa sesungguhnya rakyat memiliki hak dalam pembangunan yang ada.
“Sebagai rakyat, sudah pasti memiliki hak menikmati pembangunan ini. Oleh sebab, Ombusdmen sebagai salah satu lembaga pelayanan publik yang diamanatkan oleh Undang-Undang harus memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan dasar dalam derap pembangunan itu,” tandas Hasan.
Menurutnya, indikator penilaian kepatuhan pelayanan publik, sangat sederhana yakni berhubungan dengan standart pelayanan. Artinya, ketersediaan sarana dan prasarana kebutuhan dasar. “Berikutnya, tentu layanan publik itu, harus diumumkan secara transparan,” jelasnya.
Dia mencontohkan, seseorang ketika pergi ke kantor Catatan Sipil untuk mengurus KTP, maka saat berada di kantor tersebut, petugas dituntut menjelaskan tentang bagaimana mengurus KTP, apa persyaratan, bagaimana tata caranya sehingga masyarakat pengguna layanan tidak bingung.
Contoh lain, tambah Hasan, pemerintah Provinsi Maluku, dalam mengeluarkan ijin pertambangan sangat lama sekali. Bahkan butuh waktu bertahun guna mendapatkan ijin sehingga investor lari.
Imbasnya, banyak kasus ilegal akibat pemerintah lambat dan tidak memberikan ijin. “Kasus batu sinabar, banyak yang dipenjara karena pemerintah daerah tidak mau mengeluarkan ijin. Masing-masing pihak baik masyarakat/investor dan pemerintah tidak punya sense of krisis. Ini efek yang terjadi akibat yang satu lambat atau tidak memberi ijin, dan yang satu, butuh kecepatan dan ingin mengambil keuntungan dengan melanggar aturan main,” sesalnya.
Lebih lanjut dikatakan, saling koordinasi dan memahami aturan main, dalam semangat kerja profesional, efektif, efisien, akan membantu peningkatan kualitas layanan publik.
Oleh sebab itu menurut Hasan, diskusi yang melibatkan media dan stakeholder secara rutin diharapkan mengetuk hati pemerintah daerah agar menempatkan kebijakan yang pro rakyat miskin. Utamanya, mereka yang termarjinal khususnya kaum perempuan dan kelompok-kelompok miskin yang ada di perkotaan. (L03)