Share

AMBON, LaskarMaluku.com – Polarisasi penanganan stunting yang diambil alih oleh Ketua TP PKK Provinsi Maluku, merupakan tindakan perampokan terhadap kewenangan seseorang karena bertentangan dengan Peraturan Presiden (Pepres) 27 Tahun 2018.

Pepres itu dengan tegas mempertimbangkan,  menunjuk, Ketua tim Stunting diketuai oleh Wakil Gubernur Maluku, Drs Barnabas N Orno.

Menurut Rovik Afifudin pernyataan Kepala Bappeda Maluku Anthon Lailossa dapat diindikasikan sebagai pernyataan melindungi dan atau mengamankan sebuah kebijakan tata kelola pemerintahan.

“Kita mengelola non Governance (non pemerintah), kita bicarakan di dewan adalah soal pemerintahan yang telah diatur oleh Undang-Undang, “tegasnya seraya menambahkan kalau soal urusan kemanusiaan semua pekerjaan pembangunan dalam bentuk apa saja adalah kemanusiaan, sambil mencontohkan jika kita mengerjakan jembatan yang menghubungkan antara satu tempat dengan tempat lain itu adalah kemanusiaan dan kita membangun rumah tidak layak huni kepada mereka yang membutuhkan rumah itu juga soal kemanusiaan. Nah, apakah pekerjaan seperti ini dikerjakan TP PKK Provinsi Maluku,”tanya Afifudin.

BACA JUGA:  Pekerjaan Talud di Buru Amburadul, Ikram Umasugi Minta KPK Usut Dana SMI Rp 700 Miliar

Dirinya menegaskan, Kepala Bappeda itu dalam membangun opini publik jangan seenak maunya kalau itu kemanusiaan apakah menghilangkan substansi?, sebaiknya Ketua Bappeda baca Pepres biar jelas, dibentuk tim Penanggulangan penurunan stunting di daerah dipimpin oleh Wakil Gubernur dengan kerja yang terurus dari pusat sampai ke daerah dengan target penurunan stunting.

“Semua pekerjaan adalah kemanusiaan. Jadi, jangan saudara Lailossa bangun narasi yang aneh, kemudian tidak mencerdaskan masyarakat. Stunting di beberapa wilayah berkaitan dengan data Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) Gubernur, disampaikan Ketua Komisi IV DPRD, Samson Atapary sangat jelas berdasarkan pada fakta, bukan pembentukan opini,”tegas Afifudin.

Rovik kemudian menanyakan, Laporan Pertanggungjawaban Pemerintah (LPJ) tahun 2022.

BACA JUGA:  DPRD Ambon dan OPD Pemkot Gelar Rapat Terkait Penertiban Pasar Mardika

“LPJ dibuat oleh siapa? Jangan mengelabui publik dengan narasi tidak mendidik, dan kalau semua pekerjaan dengan dalil kemanusiaan, jadi siapa saja yang bikin apakah itu bagus sesuai aturan,”seraya menegaskan kalau penyataan Lailossa menyesatkan publik dan tidak bertanggungjawab.

Lantaran itu, Afifudin menantang Ketua Bappeda datang ke DPRD Maluku untuk berbicara, dan bukan bicara di luar LPJ.

“Kan Ranperda sudah diserahkan ke DPRD, selanjutnya kita bahas bersama, kenapa eksekutif tidak mau datang untuk bahas, LPJ dibungkus dengan apa yang disebut peraturan daerah, Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) telah diserahkan ke DPRD dan sudah diterima, sebaliknya eksekutif ketika diundang untuk  pembahasan, tidak mau hadir lalu bagaimana siapa yang salah. Kalau gentle datang di DPRD pertanggungjawaban pertanyaan yang disampaikan DPRD ke publik dengan datang menjelaskan, jadi berdebat harus di DPRD bukan di media massa,” sesal Afifudin. (L05)