AMBON LaskarMaluku.com – Pakar Komunikasi, Dr Creshtian Sahetapy, M.Si menduga kuat kalau konflik horisontal yang ditimbulkan kelompok massa di kawasan Tugu Trikora dan sekitarnya, adalah bagian dari pra kondisi menjelang pelantikan gubernur Maluku.

Pra kondisi yang sengaja diciptakan itu, jika dilihat dari ilmu komunikasi, konflik bisa terjadi karena kepentingan tertentu dibalik semua rentetan kejadian yang terjadi.

 Pra kondisi itu bisa dilihat dari lakalantas di pertigaan Hotel Santika misalnya tgl 31 Desember  2024 hingga terakhir di kawasan sepanjang pohon Pule dan Tugu Trikora.

“Ini sengaja di buat kondisi seperti itu menjelang pelantikan Gubernur, itu menurut dugaan saya, dan kepentingan tertentu di balik itu, sebab kalau menurut ilmu komunikasi itu konflik bisa terjadi karena settingan, kalau tidak ada settingan, maka tidak akan terjadi konflik, “Urai Pakar Komunikasi Massa, Dr Creshtian Sahetapy, M.Si kepada media ini, melalui sambungan telepon, Minggu (12/1/2025) malam, setelah menyikapi konflik yang ditimbulkan dan yang meresahkan masyarakat Kota Ambon khususnya dan Maluku umumnya itu.

Akibat dari konflik setingan itu, menyebabkan setidaknya beberapa warga terluka dan beberapa unit kendaraan Roda dua dan roda empat rusak termasuk sebuah rumah terbakar dan beberapa bangunan pecah kaca, terkena lemparan batu.

Sebagai tokoh masyarakat, dirinya mengajak masyarakat gandong di Maluku, baik Kristen maupun Basudara Muslim agar tidak terpancing dengan kondisi yang diciptakan itu.

“Jadi beta (saya) mengharapkan orang-orang Maluku itu baik dari Kristen maupun basudara Muslim jangan terpancing, karena orang Maluku itu bisa dipicu hanya dari sisi agama, tapi kalau dari sisi adat, budaya kultur itu tidak bisa. 

Jadi kalau dipicu, itu dari sisi agama, jadi kalau terjadi lemparan-lemparan itu jangan dipolitisasi dari sisi agama, sebab jika dipolitisasi dari segi agama bisa berbahaya, ” ujar pengamat sosial ilmu komunikasi ini.

Pengalaman konflik sosial tahun 1999-2004 itu kan dipicu dari sisi agama (agama dipolitisasi) sehingga terjadi konflik. Oleh karena itu orang-orang Maluku itu harus tahu bahwa pengalaman masa lampau itu jangan terulang lagi. 

Pengalaman itu ada adagium, “pengalaman adalah guru untuk mendidik kita untuk mengerti tentang perjalanan sebuah sejarah, jadi orang-orang Maluku itu jangan dijadikan alat untuk bisa meruncingkan kembali kondisi Maluku, kita sudah cukup makan garam.

Peristiwa kemarin malam itu dari malam sampai pagi kita monitor” terangnya. 

Jadi konflik itu terjadi bila ada settingan dari kedua belah pihak, karena di satu sisi dalam kelompok tertentu, ada kelompok yang di setting untuk mempersiapkan diri. 

Settingan itu bukan hanya dari satu kelompok, tapi dari dua kelompok massa. Jadi kalau satu kelompok saja tidak bisa, “Tandas pakar komunikasi ini.

Menurutnya Potensi konflik di Kota Ambon, sangat besar karena terjadi Damerkasi antara dua komunitas, karena terjadi segregasi di dalam masyarakat dan ada garis demerkasi dalam dua kelompok, yang awalnya bertikai, karena itu dilihat oleh para ahli strategi bahwa di garis demerkasi itu sama saja dengan gurunya jalur GAZA, disitulah konflik bisa disetting untuk menimbulkan konflik/ Chaos karena itu merupakan garis Demerkasi dua kelompok. 

Dia memprediksi bahwa ini adalah otak intelektual dari otak para ahli strategi konflik.

“Siapa lagi orang yang bukan pinter ataur strategi yang bisa melakukan itu”. Karena disitu mereka sudah menghitung sisi kekuatan dan kelemahan kelompok massa, dan disitu mereka mengukur kelemahan masing-masing kelompok dimana, baru dibuat pemicunya. Pemicunya itu dua kelompok yang berbeda, kalau satu kelompok itu tidak mungkin terjadi, harus dua kelompok yang berbeda, apalagi dua kelompok itu berbeda agama, maka mudah dipicu dari sisi agama, “Ungkapnya.

Dirinya mengajak masyarakat Maluku umumnya dan kota Ambon khususnya agar tidak mudah terhasut atau terpancing dengan pihak-pihak yang berkepentingan.

“Kita tidak boleh terpancing dan mengambil alih orang punya strategi provokasi itu, dan bila mereka terpancing, maka akan masuk di dalam zona konflik yang bisa menjadi frekwensi yang tinggi, kalau mereka tidak tanggapi itu maka tidak akan terjadi. Apalagi dalam masyarakat kota Ambon itu, menurut pengamatan saya itu sudah terjadi in grup yang ada, jadi kelompok-kelompok  ini sudah terbentuk, in group -in group ini yang jadi masalah. Jadi kelompok in grup ini disiapkan untuk memprovokasi keadaan dan dalam ilmu komunikasi kelompok in grup ini sangat berbahaya “Katanya.

In grup ini lanjutnya mereka berada di dalam satu grup khusus yang di lindungi dalam teori ilmu komunikasi mengatakan demikian. Kalau out grup itu kan terbuka, kalau in grup itu tertutup, dan mereka itu tertutup sehingga tidak bisa terbaca, jadi orang Maluku harus tau bahwa kita ini baru selesai dari Pilkada tgl 27 November 2024 lalu, jadi ada in grup – in grup di dalamanya. Beta mengingatkan sebagai ahli komunikasi bahwa itu sudah ada settingan untuk menyongsong pelantikan Gubernur, itu dugaan saya, “paparnya lagi.

Menurutnya, settingan tersebut bukan hanya dari dalam, tapi juga dari luar yang meniup isu-isu yang sebetulnya membangkitkan emosional orang dengan menggunakan media sebagai sarana komunikasi untuk menyampaikan tujuan yang ingin hendak dicapai.

“Jadi media harus selektif, jagan menjadi alat komunikator dari pihak-pihak in grup tersebut. Media harus selektif terhadap isu yang ada, karena informasi itu beredar dari chanel-chanel yang berbeda, disana bilang begitu, disitu bilang begini untuk mengacaukan situasi dengan tujuan untuk memprovokasi situasi, “tutur Sahetapy yang pernah duduk sebagai anggota DPRD Provinsi Maluku 1999-2004 ini.

Banyaknya chanel-chanel yang diedarkan ini, harus terdeteksi oleh aparat keamanan.

Dirinya menghimbau kepada masyarakat Ambon khususnya dan masyarakat Maluku umumnya agar menjaga persaudaraan (masyarakat Gandong) dengan nilai-nilai kultur kita yang kuat, sebab ada dua hal yang harus dijaga ialah nilai-nilai keagamaan dan nilai-nilai Kultural, dua benteng ini kalau dijebol maka hubungan perekat persaudaraan dan persatuan akan mudah digoyahkan oleh kelompok pengatur strategis menghancurkan itu.

“Jadi intinya ada pada kesadaran masyarakat untuk belajar dari pengalaman sebelumnya, bahwa masyarakat gandong tidak boleh terjebak dengan konflik-konflik yang menyesatkan dan menyengsarakan kita selama ini kita sudah tau dan mengerti kira-kira perjalan selama ini di balik itu siapa? “

Konflik 1999 itu kan sudah jelas, itu hasil dari penelitian saya yang pernah saya tulis pada tesis saya, kelompok masyarakat harus mampu menyaring setiap informasi yang diterima dan yang berkembang di masyarakat, sebab jika kita tidak menyaring dan atau selektif terhadap sebuah isu-isu dengan baik dan didukung dengan data-data yang akurat, tentu kita akan menjadi bagian dari provokator. (LO5).