Share

(Bagian 1 dari 3 tulisan)

oleh : JIDON KELMANUTU 

Wakil Ketua DPRD Kabupaten Kepulauan Tanimbar

Pengusahaan hulu minyak dan gas bumi (migas) dapat diartikan sebagai kegiatan usaha untuk melakukan eksplorasi dan produksi migas. Kegiatan eksplorasi migas adalah kegiatan untuk mencari dan menemukan cadangan migas di bawah permukaan bumi, sementara kegiatan produksi migas adalah rangkaian kegiatan untuk mengangkat migas dari bawah permukaan bumi melalui pipa produksi menuju fasilitas pemurnian dan penyimpanan di permukaan bumi.

Di Indonesia, pengusahaan hulu migas dijalankan berdasarkan Kontrak Kerjasama atau Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract/PSC). Skema PSC ini mengoptimalkan penerimaan negara sekaligus memberikan perlindungan bagi negara dari paparan resiko usaha hulu migas, utamanya resiko pada taha peksplorasi.

Skema PSC pertama kali diterapkan di Indonesia saat PERMINA menanda-tangani kontrak kerjasama dengan Independence Indonesian American Oil Company (IIAPCO) untuk wilayah kerja migas South East Sumatera pada tahun 1968. Kontrak PSC II APCO ini menandai tonggak sejarah industri migas sebagai kontrak PSC pertama di dunia.

PSC dapat diibaratkan seperti kesepakatan antara pemilik sawah dengan penggarap. Wilayah kerja pertambangan migas diibaratkan sebagai sawah, pemerintah diibaratkan sebagai pemilik sawah, kontraktor migas sebagai penggarap sawah dan kontrak PSC sebagai perjanjian antara pemilik sawah dengan penggarap. 

Penggarap diwajibkan menyediakan seluruh modal dan teknologi untuk menggarap sawah seperti halnya kontraktor migas menyediakan seluruh modal dan teknologi untuk mencari dan menemukan (eksplorasi) dan memproduksi cadangan migas yang bernilai komersial yang berhasil ditemukan pada tahap eksplorasi di dalam wilayah kerja pertambangan migas. 

Hak dan kewajiban antara pemilik sawah dan penggarap disepakati dalam perjanjian antara mereka sebagaimana halnya hak dan kewajiban antara pemerintah dengan kontraktor migas yang tertuang dalam PSC. Keuntungan dari penggarapan sawah nantinya dibagi antara pemilik sawah dengan penggarap sebagaimana keuntungan pengusahaan hulu migas dibagi antara pemerintah dengan kontraktor migas seperti tertuang dalam PSC.

BACA JUGA:  Bersaing Soal Lawan Bukan Musuh

Kontraktor migas bekerja menurut rencana kerja dan anggaran yang diajukan oleh kontraktor migas kepada pemerintah dan disetujui oleh pemerintah seperti diamanatkan dalam PSC. Seluruh modal yang dikeluarkan oleh kontraktor migas nantinya diganti dari hasil produksi migas dari lapangan migas yang terletak di dalam wilayah pertambangan migas yang dikelola oleh kontraktor migas tersebut. Penggantian modal ini dikenal sebagai cost recovery. Keuntungan pengusahaan hulu migas merupakan penghasilan dari penjualan produksi migas setelah dikurangi cost recovery. Keuntungan ini dibagi antara pemerintah dan kontraktor migas sesuai ketentuan yang tercantum dalam PSC.

Dalam hal kontraktor migas gagal menemukan cadangan migas yang komersial pada tahap eksplorasi, biasanya 4 tahun ditambah waktu perpanjangan 6 tahun, maka sesuai ketentuan dalam PSC, kontraktor wajib mengembalikan wilayah kerja pertambangan migas yang dikelolanya kepada pemerintah dan seluruh biaya yang telah dikeluarkan oleh kontraktor migas menjadi hangus. Begitulah PSC bekerja.

Sesuai yang tertuang dalam PSC, manajemen operasional pengusahaan hulu migas berada di tangan SKK Migas, dahulu BPMIGAS, sebagai perwakilan pemerintah dalam PSC, sedangkan kontraktor migas berperan sebagai pelaksana pekerjaan yang bertanggung-jawab kepada manajemen Kontraktor PSC.Ketentuan ini menjamin kendali pengusahaan hulu migas berada di tangan pemerintah dan penguasaan serta pengendalian pengusahaan migas tetap di tangan pemerintah(negara) sesuai amanat Pasal 33 UUD 1945 ayat (2) danayat (3).

Dalam ketentuan PSC,kontraktor migas wajib menyediakan modal dan tekonologi untuk melakukan kegiatan eksplorasi dan jika kegiatan eksplorasi berhasil menemukan cadangan migas yang bernilai komersial, maka kontraktor migas akan menindak-lanjuti dengan kegiatan produksi. Baik pada pelaksanaan kegiatan eksplorasi maupun produksi, seluruh resiko keuangan yang mungkin terjadi menjadi beban kontraktor migas.

PSC di Indonesia berlaku untuk jangka waktu 30 tahun dan dapat diperpanjang maksimal 20 tahun untuk satu kali perpanjangan.Masa eksplorasi dimulai sejak penanda-tanganan PSC oleh pemerintah dan kontraktor migas.Masaproduksi diawali dengan pengajuan Plan of Development (POD) atau Rencana Pengembangan Lapangan oleh kontraktor migas kepada pemerintah untuk disetujui oleh pemerintah sesuai ketentuan yang tercantum dalam PSC. Di Indonesia, satu PSC hanya untuk satu wilayah kerja migas tertentu saja. Maka, jika suatu perusahaan atau suatu bentuk usaha tetap ingin mengelola lebih dari satu wilayah kerjamigas, maka perusahaan atau bentuk usaha tetap tersebut harus membentuk perusahaan baru atau bentuk usaha tetap baru untuk dapat mengelola lebih dari satu wilayah kerja migas.

BACA JUGA:  "SEPPUKU" SANG MAESTRO

Menurut rezim hak mineral yang dianut oleh Indonesia, pemilik sumber daya alam migas yang terkandung di bumi Indonesia adalah negara. Hal ini tertuang di dalam PSC. Implikasi hukum dari perihal ini adalah bahwa pemilik proyek hulu migas yang dibingkai dalam suatu PSC adalah pemerintah, sedangkan kontraktor migas adalah kontraktor atau pihak yang berkontrak dengan pemerintah untuk melaksanakan proyek PSC tertentu di suatu wilayah kerja migas tertentu.

Sebagai contoh, Inpex Masela Ltd., suatu perusahaan migas asal Jepang,atau Inpex bersama-sama Shell Upstream Overseas Services Ltd., suatu perusahaan migas asal Belanda, atau Shell di wilayah kerja migas Blok Masela bukanlah pemilik proyek migas Blok Masela. Pemilik proyek migas Blok Masela adalah pemerintah Indonesia, sedangkan Inpex dan Shell adalah kontraktor proyek migas Blok Masela.

Pada saat ini, Inpex memiliki hak partisipasi sebagai kontraktor di Blok Masela sebesar 65 persen dan sisanya sebesar 35 persen dimiliki oleh Shell. Artinya, Inpex memiliki hak dan kewajiban di PSC Blok Masela sebesar 65 persen dan sisanya sebesar 35 persen dimiliki oleh Shell. Di PSC Blok Masela, pemerintah diwakili oleh SKK Migas. Dalam dunia pengusahaan hulu migas, dikenal istilah interest atau participating interest yang artinya adalah “hak dan kewajiban” dalam suatu kontrak pengusahaan hulu migas. Dengan demikian, yang dimaksud dengan participating interest 10 persen PSC Blok Masela tidak lain adalah kepemilikan sebesar 10 persen atas hak dan kewajiban kontrak kerjasama atau kontrak bagi hasil migas wilayah kerja Masela. 

BACA JUGA:  "Kontroversi Permintaan Maaf Bupati Petrus Fatlolon”

Sudah merupakan suatu kela ziman bisnis, bahwa hak partisipasi atau participating interest atau cukup interest saja suatu wilayah kerja migas dapat dijual, dialihkan atau dipindah-tangankan kepada pihak lain dengan persetujuan pemilik proyek. 

Demikian juga halnya kepemilikan hak partisipasi atau participating intersest PSC Wilayah Kerja (Blok) Masela dapat dijual atau dialihkan atau dipindah-tangankan dari satu pihak kepihak lain dengan persetujuan pemerintah Indonesia. Istilah lain yang sering dijumpai dalam kegiatan usaha hulu migas adalah interest holder atau pemegang hak partisipasi yang tidak lain adalah kontraktor migas yang biasanya memegang sejumlah, tidak harus 100 persen, hak partisipasi dalam suatu kontrak pengusahaan hulu migas.

Dalam satu PSC, terdapat minimal satu kontraktor.Jika dalam satu PSC terdapat lebih dari satu, misalnya, 2 kontraktor yang masing-masing memiliki hak partisipasi dalam jumlah tertentu, maka kedua kontraktor tersebut harus menyepakati dan menunjuk salah satu dari 2 kontraktor tersebut sebagai Operator yang mewakili kedua kontraktor tersebut untuk dan atas nama kedua kontraktor tersebut melaksanakan PSC. 

Untuk mengatur hak dan kewajiban masing-masing atau untuk mengatur hubungan hukum, keuangan dan usaha antar kedua kontraktor tersebut, dibuatlah Joint Operating Agreement antara keduanya. Dalam pelaksanaan PSC, pemerintah hanya berhubungan dengan operator. Dalam hal PSC Blok Masela, InpexMasela Ltd. yang berperan sebagai Operator, sehingga dalam praktek pelaksanaan kerja sehari-hari PSC Blok Masela, pemerintah hanya berhubungan dengan Inpex sebagai Operator PSC Blok Masela. (*)